REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Bais), Laksamana Muda Soleman B. Ponto, mengatakan, polisi tidak harus membunuh pelaku teror (terorisme). Mereka, tegasnya, hanya perlu ditangkap.
"Kalau teroris boleh terbunuh ya gunakan TNI, tetapi kalau harus ditangkap lalu dihukum ada alatnya yaitu polisi," katanya di Jakarta, Rabu (3/8) "Kalau mau bunuh teroris, Polisi jadi tentara saja," imbuhnya.
Pernyataan tersebut disampaikannya dalam seminar "Penanggulangan Terorisme Guna Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Rangka Ketahanan Nasional" di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Jakarta.
Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Terorisme pasal 6 disebutkan bahwa pelaku teror harus dipidana, artinya harus dihukum dan ditangkap. "UU Terorisme dilaksanakan oleh polisi tapi dalam beberapa kasus teroris terbunuh," tuturnya.
Menurut Soleman, operasi penanggulangan terorisme oleh TNI sebagaimana Undang-undang TNI No.34, Pasal 22 ayat 2 dalam mengatasi aksi terorisme hanya ada dua pilihan, yakni "kill or to be kill".
"TNI menindak dengan melaksanakan operasi militer. Apakah perang atau selain perang. Kalau operasi militer pilihan cuma "killed or to be killed". Kalau TNI sudah turun teroris harus terbunuh," ucapnya.
Ia menambahkan, penindakan teroris ini perlu dilihat secara komprehensif apakah sasarannya pelaku terbunuh, tertangkap, terhukum. Mengenai perangkat lanjut Soleman bisa TNI dan Polri. "Metodenya nanti bisa dilihat Undang-undang TNI dan Polri," ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Budi Susilo Soepandji, mengatakan, saat ini belum perlu untuk turun tangan untuk mengatasi persoalan terorisme.
"Saat ini cukup mengoptimalkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan kepolisian," kata Budi di Kantor Lemhannas, Jakarta, Senin.