Kamis 04 Aug 2011 20:56 WIB

Astagfirullah...UU Melarang Pemuda Masuk Masjid di Tajikistan Resmi Berlaku

Pemuda Muslim Tajikistan belajar agama dan Al Quran di sebuah masjid.
Foto: WeaselZipper
Pemuda Muslim Tajikistan belajar agama dan Al Quran di sebuah masjid.

REPUBLIKA.CO.ID, DUSHANBE - Pemerintah Tajikistan membuat keputusan yang membuat syok populasi Muslim. Presiden Imomali Rakhmon, Rabu (3/8) menandatangani sebuah peraturan kontroversial yang melarang pemuda beribadah di dalam masjid. Sebuah kebijakan yang dipandang sebagai 'mimpi buruk' Ramadhan.

"Bayangkan saat Ramadhan dan hanya sebulan sebelum ulang tahun kemerdekaan Tajikistan, pemerintah memberi hadiah mengerikan bagi semua Muslim," ujar seorang ulama terkemuka di negara itu, Akbar Turadzhonzoda.

Dalam hukum baru itu yang efektif pada Kamis, (4/8) semua Muslim di bawah 18 tahun, kecuali yang belajar di sekolah agama, dilarang beribadah dan shalat jamaah di masjid nasional, gereja atau lokasi peribadatan lain.

Hukum baru itu juga melarang gadis mengenakan perhiasaan kecuali anting-anting dan juga melarang warga berusia di bawah 20 untuk memiliki tattoo, pergi ke klub malam, menontong film atau membaca buku yang bermaterikan kekerasan, ekstremisme dan terorisme.

Rakhmon, si presiden, yang memimpin pemerintahan sekuler didukung oleh Moskow, berdalih kebijakan itu diperlukan demi menghadang penyebaran fundamentalisme di negara miskin yang  masih rawan ketegangan tersebut.

Sebenarnya, sudah banyak tudingan dan klaim yang diajukan kepada Rakhmon bahwa pemerintahannya telah membatasi ketat jumlah imam masjid dan bersikap keras pada jamaah. Tahun lalu, Rakhmon memanggil pulang para pelajar yang menimba ilmu agama di luar negeri dan mengkritik tren pakaian Islam yang kian berkembang.

Pemerintah Tajikistan juga memaksakan draf kotbah kepada imam untuk dibaca dan disampaikan ke masjid, lagi-lagi dengan dalih memerangi radikalisme. Untuk keperluan itu, pemerintah telah menerbitkan koleksi 52 kotbah yang harus disampaikan dalam shalat Jumat.

Tak hanya itu, pemerintah juga meluncurkan kebijakan untuk menahan laki-laki bercambang dan berjanggut dan memerintahkan mereka untuk bercukur bersih. Total sudah 158 orang dipenjara untuk alasan 'ekstremisme agama' di Tajikistan pada 2010. Angka itu bertambah Lima kali lipat ketimbang pada 2009.

Akbar Turadzhonzoda, mantan pemimpin opisisi dan sekaligus mantan deputi perdana menteri menyayangkan langkah pemerintah yang melarang pemuda Tajikistan beribadah. "Presiden rupanya telah lupa bahwa hukum Tuhan itu lebih superior ketimbang aturan manusia," ujarnya.

"Saya meragukan, meski takut dengan hukuman dan denda, orang-orang akan berhenti beribadah kepada Allah," imbuhnya. Ia pun mengecam pemerintah yang terus berupaya mempersempit ruang gerak dan menekan Islam di negara--yang ironisnya--bermayoritas Muslim.

"Sebelum menerapkan kebijakan ini, seperti pemerintah sudah mengambil jarak dari rakyatnya sendiri dan kebutuhan mereka," ujarnya. "Dan kin mereka justru membuat celah sangat lebar dan dalam."

Dalam sebuah surat terbuka yang ia layangkan ke presiden Tajikistan, dikutip oleh AFP, Akbar mengingatkan bahwa larangan itu 'hanya akan meningkatkan pandangan dan reaksi negatif di kalangan rakyat terhadap pemerintah."

Tajikistan adalah salah satu dari lima negara Asia tengah bekas Uni Sovyet yang meraih kemerdekaan pada 1991. Muslim memegang 90 persen dari negara dengan total penduduk sebesar 7.2 juta. Saat era Sovyet, setiap tanda agama, termasuk melaksanakan haji dan shalat bisa dijatuhi hukuman.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement