REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Teroris sayap kanan Norwegia Anders Behring Breivik mengatakan bahwa dia menerima bantuan dari luar negeri untuk membeli peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan serangan mematikannya yang menewaskan 77 orang pada 22 Juli lalu.
Namun ia tidak mau mengemukakan lebih banyak lagi hingga tuntutan politiknya dipenuhi, kata pengacaranya, Kamis. "Dia memperoleh di luar negeri hampir semua perlengkapan yang digunakannya" untuk melaksanakan serangan, kata pengacara ekstrimis sayap kanan itu, Geir Lippestad dalam komentar yang dipublikasikan Kamis di harian Verdens Gang (VG).
Geir Lippestad menambahkan kliennya telah mengunjungi sekitar 20 negara saat merencanakan serangan itu.
"Dia mengatakan bahwa dia bertemu orang-orang dan memperoleh peralatan yang diperlukan selama perjalanan. Dia mengatakan banyak orang membantu dia mendapatkan peralatan," katanya pasca interogasi ketiga kliennya oleh polisi, Rabu.
Pengacara itu tidak mengatakan kepada harian itu apakah para pembantu Breivik memiliki pandangan yang sama dengan ekstrimis itu atau jika mereka juga menyadari tujuan Breivik.
Pria berusia 32 tahun itu telah mengaku melakukan serangan kembar pada 22 Juli yang menyebabkan 77 orang tewas.
Delapan orang tewas akibat bom yang ia pasang di dekat kantor pemerintahan yang dipimpin oleh Partai Buruh di pusat Oslo. Dia kemudian mengamuk dengan melakukan penembakan di sebuah pulau di mana sayap pemuda partai Buruh menggelar retret musim panas, dan menewaskan 69 orang, sebagian besar diantara mereka adalah remaja.
Behring Breivik mengatakan ia melakukan serangan sendiri, dan menurut polisi itu memungkinkan.
Pengacaranya mengatakan kepada VG bahwa kliennya menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang bantuan yang ia terima dari luar negeri "sampai tuntutan berlebihannya tentang sebuah revolusi dalam masyarakat dipenuhi."
Dalam sebuah sesi interogasi Jumat lalu, Behring Breivik menuntut pemerintah mengundurkan diri dan raja turun tahta, kata media Norwegia.
Dia mengatakan perbuatannya itu "kejam", tetapi "perlu" sebagai bagian dari "perang salib" nya terhadap "Islamisasi" Eropa dan multikulturalisme