Jumat 05 Aug 2011 01:01 WIB

Ideologi Dibalik Breivik (II): Bagaimana Seorang Warga Biasa Berubah Menjadi Anti-Islam & Pembantai

Liga Pertahanan Inggris EDL
Liga Pertahanan Inggris EDL

REPUBLIKA.CO.ID, OSLO - Breivik adalah anak yang tumbuh di keluarga kelas menengah, putra seorang diplomat dan perawat. Setelah orangtuanya becerai, ia tinggal bersama ibu dan ayah tiri. Ia sempat tinggal dengan ibunya selama beberapa saat sebelum serangan di Skoyen, sebuah lingkungan di barat Oslo yang padat dengan komunitas Muslim.

Itu adalah lingkungan yang nyaman dipenuhi kotak-kotak bunga dan pagar pohon pinus. Breivik selalu makan siang bersama ibunya setiap Ahad, begitu tetangga mereka menuturkan.

Dalam lingkungan itulah ia tumbuh besar dan bersama ibunya ia tinggal hingga ia dibawa polisi di malam serangan terjadi, saat orang-orang masih terkejut dengan kejadian tersebut. Sebelum pembantaian terjadi, orang-orang hanya memandang Breivik sebagai 'Anders' hanya seorang pemuda dari kawasan tersebut.

Seorang wanita lanjut usia yang tak ingin disebutkan namanya menuturkan ibu Breivik adalah teman baiknya. Wanita itu menyebut apa yang telah dilakukan si anak terhadap ibunya adalah tragedi.

Ibu Breivik, tutur wanita tadi, bangga dengan anaknya. Breivik dikenal pendiam dan suka menyendiri. Ia tak pernah memiliki masalah atau menjadi pengacau. Mungkin ia sedikit pemalu, begitu menurut wanita itu menirukan ucapan ibu Breivik. Namun sang ibu juga buru-buru berkata itu mungkin tanda kecerdasan besar.

"Saya tak tahu," ujar si wanita. "Ia (Breivik) terlalu pendiam dan lebih banyak menyendiri. Selalu."

Hanya Pemalu

Ibu Breivik tak memiliki komputer di apartemennya, bahkan ponselnya pun tidak, demikian wanita tadi menuturkan. SI ibu pernah berkatanya padanya bahwa putranya betul-betul pengemar teknologi, sesuatu yang dihormati dan didukungnya. "Ia melakukan apa pun untuk putranya. Tak ada sesuatu yang tak mereka miliki," ujarnya.

Si wanita tadi sempat bertanya mengenai sifat pendiam dan penyendiri Anders. Ia memandang sedikit aneh ketika Anders tak pernah memiliki kekasih dan tak pernah membawa teman-teman ke rumah. Namun sang ibu menyingkirkan pertanyaan temannya dengan berkata, ia hanya pemalu dan tumbuh besar seperti itu.

Itu bukan kebetulan bahwa Breivik memandang dirinya sebagai yang terpilih, seorang "Knight Templar", anggota kelompok konservatif Kristen terobosan baru mencomot nama dari orde kesatria yang tak hanya melindungi peziarah ke Jerusalem tapi juga menggunakan kekerasan untuk menyebarkan keyakinan Kristen di tanah suci itu.

Breivik mengklaim bahwa pada 22 April ia pergi ke London untuk mengunjungi pendirian kembali 'Knight Templa', sebuah jaringan internasional yang didedikasikan untuk melawan 'konspirasi Muslim global' sekaligus pendukungnya golongan kiri 'yang beraliran Marxist'.

Ini terdengar ganjil, tapi sebuah situs internet yang dioperasikan Paul Ray, anggota pendiri anti-Islam, Liga Pertahanan Inggris (EDL) memajang foto dua lelaki. Mereka berpose dalam kaus Templar dengan fitur salib merah berlatar putih. Salah satu lelaki dalam foto adalah Nick G, dikenal sebagai mantan neo-Nazi dari kota Bavaria, Marktredwitz.

Sebuah film dari Malta juga muncul di mana Ray, Nick G dan pria lain, terlihat membangkitkan para anggota Knight Templar, berpose di samping baju zirah. Ray sempat berkata kepada Telegraph, bahwa ia mungkin menginspirasi Breivik, namun aksi dia semata-mata individu. Nick G juga mengonfirmasi bahwa gerakan Knight Templar memang ada, namun ia menyebut tindakan pembunuh asal Oslo itu sebagai 'gila' dan Breivik telah mencuci otaknya sendiri. Ia menegaskan pernyataan Breivik bahwa ia pergi ke London adalah 'fiksi murni'.

Ini adalah sedikit petunjuk yang mengarah pada dunia intelektuan Breivik ke realitas. Masih harus banyak diungkap lagi berapa banyak orang lain yang ikut mempengaruhinya.

Penurunan Moral Eropa

Breivik mengumpulkan, meramu dan menulis beberapa hal tak biasa. Ia menulis pidato bagi Knight Templar untuk disampaikan ke pengadilan bila sewaktu-waktu mereka ditahan. Untuk menggambarkan kemerosotan moral di Eropa, ia memanfaatkan obrolan Facebook dan mengkalkulasi moralitas seksual wanita di 17 negara Eropa dan Amerika Serikat (AS). Skandinavia, ternyata berada di ranking dasar dalam versinya, sementara wanita Malta adalah yang paling sedikit mengumbar seksualitas.

Secara umum Brevik menulis dalam manifestonya, wanita harus memiliih tiga opsi: "menjadi suster, menjadi pelacur atau menikahi dan membesarkan anak." Yang terakhir, tulisnya, akan menuju peningkatan angka kelahiran.

Bagi mereka yang tak bisa memilih ketiganya, Breivik melontarkan gagasan teritori khusus seks, semacam di gurun Las Vegas, di mana penghuninya bisa melakukan apa yang mereka suka. Sebuah gagasan yang mirip klub swinger (istilah untuk berganti pasangan dengan pasangan lain.

Tak ada satu pun yang terdengar masuk akal. Sistem pemikiran Breivik tak logis dan tidak pula meyakinkan. Kondisi itu menimbulkan pertanyaan di setiap orang, terutama di pengadilan yang mencoba mengintepretasi kejahatannya. Seberapa normalkah Breivik? Beberapa orang mungkin bisa menyebut ia semata-mata orang gila, namun benarkah ia gila?

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement