REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lebih dari sebulan, polisi tidak lagi menetapkan tersangka baru selain mantan Juru Panggil Mahkamah Konstitusi (MK), Mashuri Hasan. Kuasa hukum Mashuri Hasan pun mempertanyakan keadilan dalam penanganan kasus pemalsuan surat MK tersebut.
"Semakin lama semakin mengambang proses hukumnya. Hanya menetapkan juru panggil Mashuri Hasan, kan tentu tidak masuk akal," kata Kuasa Hukum Mashuri Hasan, Edwin Partogi, yang ditemui di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (5/8).
Edwin mempertanyakan Andi Nurpati yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, namun tidak juga ditetapkan sebagai tersangka, hanya karena Andi telah menjadi anggota Partai Demokrat.
Ia menduga hal tersebut yang membuat penanganan kasus ini menjadi lamban dan menjadi beban berat bagi Polri untuk mengambil tindakan penegakan hukum. Seperti menjadikan Andi sebagai tersangka, misalnya.
Padahal peran Andi Nurpati dalam pengambilan keputusan dalam rapat sidang pleno di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akhirnya memutuskan untuk menggunakan surat palsu, itu sangat besar. Makanya penyidik mengkonfrontir Andi Nurpati dengan berbagai pihak selama dua hari.
"Andi Nurpati memegang surat palsu dan sekaligus yang aslinya. Tapi kenapa dia (Andi Nurpati) malah menggunakan surat palsu dalam sidang pleno? Surat aslinya malah dia simpan," kata Edwin.
Sebelumnya, mantan komisioner KPU yang kini menjabat sebagai Ketua Divisi Komunikasi Politik Partai Demokrat itu dikonfrontir dengan berbagai pihak dari KPU dan MK pada 28-29 Juli 2011.
Penyidik mengkonfrontir mengenai beberapa peristiwa terkait surat palsu MK, salah satunya rapat sidang pleno di KPU yang memutuskan surat palsu bernomor 112 tertanggal 14 Agustus 2011 itu.