REPUBLIKA.CO.ID,DUSHANBE--Pemberlakukan undang-undang yang melarang pemuda di bawah usia 18 tahun ke masjid mengundang reaksi berbagai pihak. Reaksi itu muncul mengingat Tajikistan dikenal sebagai negara yang memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk memeluk suatu agama.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dijadwalkan mengunjungi sejumlah masjid di Tajikistan. Kunjungan itu merupakan respon dari OKI pasca pemberlakukan undang-undang larangan ke Masjid bagi pemuda dibawah usia 18 tahun oleh pemerintah negara itu.
Selain OKI, Partai Renaissance Islam Tajikistan mengkritik kebijakan partai berkuasa. Menurut Mereka, pemberlakukan undang-undang itu bertentangan dengan UUD Republik dan hukum internasional soal kebebasan hak warga negara.
Kritik keras bahkan diutarakan AS. Menurut negeri Adidaya, jika hukum tersebut diberlakukan maka menghilangkan jutaan hak warga Tajikistan untuk mempraktikan agama. Komisi Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) mendesak pemerintah AS untuk memberikan tekanan pada Presiden Tajikistan Emomali Rahmon.
Di lain pihak, pemerintah Tajikistan terus membantah bahwa undang-undang tersebut bertujuan untuk menghalang-halangi warga Tajikistan menjalankan aktivitas keagamaan. Mereka justru mengatakan undang-undang yang diberlakukan bertujuan untuk mengontrol dan untuk melindungi generasi muda dari radikalisasi agama.
Pemerintah Tajikistan membuat keputusan yang membuat syok populasi Muslim. Presiden Imomali Rakhmon, Rabu (3/8) menandatangani sebuah peraturan kontroversial yang melarang pemuda beribadah di dalam masjid. Sebuah kebijakan yang dipandang sebagai 'mimpi buruk' Ramadhan.
Dalam hukum baru itu yang efektif pada Kamis, pekan lalu, semua Muslim di bawah 18 tahun, kecuali yang belajar di sekolah agama, dilarang beribadah dan shalat jamaah di masjid nasional, gereja atau lokasi peribadatan lain.
Hukum baru itu juga melarang gadis mengenakan perhiasaan kecuali anting-anting, dan melarang pula warga berusia di bawah 20 untuk memiliki tattoo, pergi ke klub malam, menontong film atau membaca buku yang bermaterikan kekerasan, ekstremisme dan terorisme.
Rakhmon, si presiden, yang memimpin pemerintahan sekuler didukung oleh Moskow, berdalih kebijakan itu diperlukan demi menghadang penyebaran fundamentalisme di negara miskin yang masih rawan ketegangan tersebut.