REPUBLIKA.CO.ID,SANAA/ADEN--Seorang anggota ternama oposisi Yaman mendesak negara-negara Barat membekukan aset Presiden Ali Abdullah Saleh, yang tetap mempertahankan kekuasaan meski telah terjadi protes selama berbulan-bulan menentang pemerintahnya. Sheikh Hamid al-Ahmar, seorang pemimpin suku dan pengusaha kaya-raya yang tergabung dalam partai oposisi utama Yaman, Islah Islamis, juga mengecam upaya putra-putra Saleh agar keluarganya tetap berkuasa ketika ayah mereka memulihkan diri di Arab Saudi setelah terluka dalam serangan pada Juni.
"Saya mendesak negara-negara Barat... memulai proses penyitaan harta dan uang Saleh dan keluarganya, karena itu milik rakyat Yaman," katanya dalam wawancara dengan harian Arab Al-Hayat, dengan menambahkan bahwa dana tersebut bisa digunakan untuk membayar utang Yaman.
Ahmar memuji peranan Arab Saudi dalam menengahi krisis Yaman, dan menolak tuduhan bahwa mereka berusaha menggagalkan tuntutan rakyat Yaman bagi perubahan. "Saya melihat prakarsa Teluk, yang secara penting merupakan upaya Arab Saudi, sebagai salah satu aspek yang mendukung revolusi," katanya.
Arab Saudi memelopori rencana Arab Teluk untuk mengakhiri kebuntuan politik dengan pengunduran diri Saleh, namun presiden Yaman itu tiga kali batal menandatangani perjanjian itu pada menit-menit terakhir, sehingga Yaman berada dalam kemelut politik.
Pekan lalu Saleh menyatakan akan mempertimbangkan menghidupkan lagi prakarsa itu, dimana ia mungkin menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, namun para penentangnya mempertanyakan apakah ini merupakan taktik lain untuk memacetkan kebuntuan.
"Saleh harus menyadari bahwa masa depannya sebagai presiden telah berakhir dan segala sesuatu yang dilakukannya untuk melaksanakan rencana menyerahkan kekuasaan kepada putra-putranya merupakan usaha sia-sia," kata Ahmar.
Prakarsa Dewan Kerja Sama Teluk yang telah ditandatangani oposisi itu menetapkan Saleh meninggalkan kekuasaan dalam waktu 30 hari, dan sebagai imbalannya, ia akan memperoleh kekebalan dari penuntutan.
Saleh, yang telah berkuasa selama 33 tahun, menghadapi protes sejak Januari untuk menuntut pengunduran dirinya, yang disambut dengan tindakan keras aparat keamanan. Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 300 orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS. Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu. Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.