REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebanyak 13 anggota parlemen Jordania, Ahad (14/8), menyerukan pengusiran duta besar Israel dari ibu kota negeri itu, Amman.
Anggota parlemen tersebut menyeru pemerintah Jordania agar mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kegiatan permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki, demikian antara lain isi memo yang mereka tandatangani Ahad.
Di dalam memo yang dikirim kepada Ketua Majelis Rendah Feisal Fayez, semua anggota parlemen tersebut menyeru pemerintah Jordania agar melakukan tindakan yang layak dalam menghadapi perbuatan Israel di wilayah pendudukan Palestina, demikian laporan Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin.
Jordania dan Mesir adalah dua negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Israel baru-baru ini telah menyetujui proyek perumahan baru di permukiman Yahudi yang dibangun di tanah yang didudukinya di Jerusalem Timur. Keputusan itu telah memicu kecaman luas dari masyarakat Palestina.
Pembicaraan perdamaian yang diperantarai AS antara Israel dan Palestina macet pada 2010, karena adanya perbedaan mengenai dilanjutkannya pembangunan permukiman di Tepi Barat Sungai Jordan, yang diduduki Israel pada 1967.
Amerika Serikat, sebagai sekutu Israel dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB mengancam akan mengagalkan usaha Palestina lewat hak vetonya. Pendaftaran bagi keanggotaan PBB harus disetujui oleh Dewan itu.
Sementara itu pihak Palestina bertekad melanjutkan usaha mereka menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 20 September, kata Menteri Luar Negeri Riyad al-Malki kepada AFP pada Sabtu (13/8). "Presiden Palestina Mahmud Abbas akan mengajukan permohonan kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon ... pada pembukaan sidang ke-66", pada 20 September, kata al-Malki.
Abbas akan "melakukan prakarsa bersejarah ini dan Ban Ki-moon selanjutnya akan mengajukan kepada Dewan Keamanan", katanya. Seorang pejabat senior Israel yang tak ingin jatidirinya disebutkan mengecam keputusan Palestina itu.
"Jelas Mahmud Abbas telah memutuskan enggan mengadakan perundingan langsung; ini sudah diperkirakan," katanya. "Perdana Menteri (Israel) Benjamin Netanyahu mempercayai proses perdamaian hanya dapat berjalan melalui perundingan nyata dan langsung," katanya.