REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dewie Yasin Limpo menjalani pemeriksaan pertamanya selama kurang lebih delapan jam. Namun, Dewie enggan berkomentar lebih banyak mengenai pemeriksaannya terkait kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sudah ya, saya mau sholat, ada pengacara saya," kata Dewie yang langsung pergi menuju kendaraannya di Mabes Polri, Senin (15/8). Dewie keluar sekitar pukul 19.00 WIB. Selama pemeriksaan, penyidik mencecar Dewie dengan 26 pertanyaan.
Menurut kuasa hukum Dewie, Yasser S. Wahab, pertanyaan penyidik masih berkisar seputar gugatan suara Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I ke MK, prosesnya selama ini, serta hubungannya dengan berbagai pihak dalam kasus ini. Selain itu, kata dia, penyidik juga menanyakan Dewie terkait adanya surat palsu MK.
Di dalam pertanyaan penyidik, kata Yasser, kliennya ditanya mengenai hubungannya dengan mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati. Namun, menurut keterangan Dewie, kata Yasser, ia tidak mengenal Andi secara personal. "Jadi ditanya apa hubungan antara satu dan lainnya," kata dia.
Selain mempertanyakan mengenai Andi, penyidik juga menanyakan hubungan Dewie dengan mantan hakim MK, Arsyad Sanusi Menurut Yasser, politisi Partai Hanura itu mempunyai hubungan baik dengan Arsyad, Karena, katanya, Arsyad pernah bertugas di Makassar, Sulawesi Selatan, sama dengan daerah Dewie. "Arsyad orang sana juga," katanya.
Sementara mengenai mantan juru panggil MK, Mashyuri Hasan, Dewie mengaku pernah menemuinya. Saat itu, kata Yasser, Dewie pernah menemuiHasan di suatu acara atas arahan panitera. "Disuruh panitera bisa mengambil surat di Hasan," kata dia
Yasser mengatakan, penyidik menanyakan perihal hubungannya dengan berbagi saksi terkait kasus surat palsu MK ini. Ia mengatakan, kliennya menjawab apa yang dia ketahui dan bagaimana hubungannya dengan orang yang ditanyakan penyidik. "Klien kami memang menjawab seperti apa adanya," katanya.
Yasser mengatakan, adanya surat asli atau palsu dari MK sama sekali tidak menguntungkan kliennya. Ia mengatakan, surat tersebut telah merugikan politisi dari Partai Hanura ini. Sebelumnya, MK mengeluarkan surat Nomor 112/PAN.MK/VIII/2009 tanggal 14 Agustus 2009, tentang penjelasan sengketa hasil suara Dapil Sulsel I.
Namun, kemudian surat tersebut dianulir dan dinyatakan palsu. Karena surat MK yang asli muncul pada 17 Agustus 2009 dengan isi surat yang berbeda. Menurut Yasser, kedua surat itu telah mengurangi suara kliennya. Karena itu, ia merasa, kliennya dirugikan baik adanya surat asli maupun palsu.
Karena itu, Yasser mengatakan, pihaknya akan memasukkan laporan mengenai penganuliran surat tersebut. Menurutnya, Dewie pun ingin mengetahui secara pasti persoalan yang terjadi. Ia mengatakan, dalam surat MK memutuskan Dewie menang. "Mau tahu kenapa bisa dimenangkan MK," katanya.
Mengenai status Dewie dalam kasus ini, Yasser mengatakan, Dewie masih menjadi saksi. Sementara untuk pemeriksaan lanjutan, Yasser mengatakan, belum mengetahui secara pasti kapan jadwal pemanggilan berikutnya. Saat ditanya mengenaikemungkinan dikonfrontir dengan saksi lainnya, Yasser menyerahkan prosesnya pada pihak penyidik. "Itu terserah penyidik," katanya.
Saat ditanya, mengenai pertemuan di apartemen Kemayoran pada Agustus 2009, Yasser mengakui, kliennya datang ke tempat tersebut. Di lokasi itu ada Arsyad dan juga Masyhuri Hasan. Namun Yasser membantah kliennya datang untuk membicarakan permasalahan surat MK. "Kebetulan Dewie di sana, tempat sama tapi beda ruangan. Dewie diundang makan pisang ijo," katanya.