REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Panitera Mahkamah Konstitusi, Zainal Arifin Husein, diperiksa di Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri didampingi enam kuasa hukum.
"Pemeriksaan saat ini masih berjalan dengan didampingi enam kuasa hukumnya," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Senin (22/8).
Pemeriksaan terhadap Zainal Arifin kali ini untuk pertama kalinya, setelah penyidik Polri menetapkannya sebagai tersangka. "Pemeriksaan yang dilakukan terhadap ZA (Zainal Arifin, red) terkait terbitnya surat dugaan surat palsu MK bernomor 112/MK.PAN/VIII tertanggal 14 Agustus 2009," kata Boy menjelaskan.
Hal ini berdasarkan analisa fakta dan pemeriksaan sekitar 36 saksi dan berita acara konfrontasi terhadap beberapa orang yang dianggap sebelumnya ada ketidaksesuaian keterangan, kata Kabag Penum.
"Hari ini penyidik memeriksa ZA sebagai tersangka, dimana di dalam analisa fakta yang diperoleh ad peran ZA dalam mengkonsep surat yang tersimpan dalam komputer bersama Fais waktu itu," kata Boy.
Dari hasil gelar internal diantara penyidik, ada unsur Zainal Arifin menghendaki redaksi penambahan suara, katanya. Boy mengatakan, hal ini terkait dengan dampak atau hak yang bisa dimiliki dan diperoleh Dewi Yasin Limpo.
Mengenai siapa yang menyuruh Zainal melakukan perubahan kata di surat putusan tersebut masih pemeriksaan lebih lanjut. "Kita belum bisa katakan itu, apa yang mendasari, apa latar belakang, apa ada pengaruh dari pihak luar. Kita perlu tunggu lebih lanjut lagi," kata Boy.
Kepolisian sebelumnya menyatakan menemukan fotocopy surat putusan MK tahun 2009 atas gagalnya Dewi Yasin Limpo menduduki kursi DPR dari Partai Hanura dengan daerah pemilihan Sulawesi Selatan.
Surat palsu MK bernomor 112/MK.PAN/VIII tertanggal 14 Agustus 2009 dalam sengketa pemilihan legislatif daerah pemilihan (pileg dapil) Sulawesi Selatan (Sulsel) I.
Hal ini terkait dengan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati yang dilaporkan Ketua MK Mahfud MD atas dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut.
Dalam dokumen negara tersebut diduga ada kata-kata yang diubah. Penyidik saat ini sudah menangkap dan menahan seorang tersangka terkait kasus tersebut yakni juru panggil MK, Masyhuri Hasan yang diduga memalsukan surat putusan MK.