REPUBLIKA.CO.ID,KUALA LUMPUR - Filipina Senin (22/8) menawarkan prospek otonomi kepada gerilyawan Muslim yang telah melakukan pemberontakan berpuluh tahun. Namun, pemerintah memperingatkan mereka terlebih dahulu harus meletakkan senjata karena pakta perdamaian bertahun-tahun cenderung makin menjauh.
Tawaran itu tercakup dalam proposal pemerintah untuk perdamaian dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang berkekuatan 12.000 pejuang. Tiga hari perundingan digelar di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur.
"Proposal ini menyajikan kemungkinan lebih berdaya dan lebih dapat diterapkan. Dengan demikian, wilayah otonomi lebih ikhlas untuk (Muslim Filipina) Bangsa Moro," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Filipina tidak menyiarkan rincian spesifiknya. Tetapi, mereka mengisyaratkan bahwa daerah dapat memperluas dan meningkatkan daerah otonom yang ada di Mindanao Muslim (ARMM). Daerah yang terdiri kelompok lima provinsi Muslim bermasalah di selatan negara itu.
ARMM dibentuk pada 1980-an untuk mengakomodasikan Front Pembebaskan Nasional Moro (MNLF) setelah kelompok pemberontak Muslim terbesar negara itu MILF pecah pada 1978. MNLF menandatangani perjanjian perdamaian dengan Manila pada 1996. Pemimpinnya dijadikan kepala ARMM, tetapi pernyataan pemerintah disebut sebagai "percobaan yang gagal."
Proposal juga mencakup sistem kerja sama dengan pemerintah. MILF bisa berbagi pendapatan dari sumber daya alam yang dieksploitasi dari wilayah tersebut. Namun, pemerintah menuntut MILF melucuti persenjataan dan memungkinkan pejuang untuk direhabilitasi ke dalam masyarakat.