REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan panitera Mahkamah Konstitusi (MK), Zainal Arifin Husein kembali menjalani pemeriksaan di Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, setelah statusnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan surat putusan MK.
Zainal Arifin saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polri didampingi kuasa hukumnya, Andi M. Asrun. Zainal pada hari Senin (22/8) telah menjalani pemeriksaan selama delapan jam.
"Sekarang pendalaman, kemarin banyak pertanyaan," kata Zainal, saat hendak memasuki Gedung Bareskrim Polri di Jakarta, Selasa. Sementara itu, kuasa hukum Zainal Arifin, Asrun menyatakan keheranannya atas keterangan Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar yang menyatakan Zainal Arifin adalah konseptor surat palsu.
"Saya merasa heran, kaget dengan keterangan Boy bahwa Pak Zainal adalah konseptor surat palsu," kata Asrun. Menurut dia, Boy tidak mengerti persoalan, karena justru Zainal Arifin yang melaporkan ke Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat putusan MK.
"Sudah pernah dilaporkan ke Mabes Polri dan tidak ada tanggapan, sampai Pak Mahfud marah-marah. Laporan tanggal 11 Pebruari 2010 tentang pemalsuan tanda tangan," kata Asrun.
Kepolisian sebelumnya menyatakan menemukan fotocopy surat putusan MK tahun 2009 atas gagalnya Dewi Yasin Limpo menduduki kursi DPR dari Partai Hanura dengan daerah pemilihan Sulawesi Selatan.
Surat palsu MK bernomor 112/MK.PAN/VIII tertanggal 14 Agustus 2009 dalam sengketa pemilihan legislatif daerah pemilihan (pileg dapil) Sulawesi Selatan (Sulsel) I.
Hal ini terkait dengan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati yang dilaporkan Ketua MK, Mahfud MD atas dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut. Dalam dokumen negara tersebut diduga ada kata-kata yang diubah.
Penyidik saat ini sudah menangkap dan menahan seorang tersangka terkait kasus tersebut yakni juru panggil MK, Masyhuri Hasan yang diduga memalsukan surat putusan MK.