REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Mantan panitera pengganti Mahkamah Konstitusi (MK), Zainal Arifin Hoesein, mengungkapkan kronologi pembuatan surat penjelasan MK kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tertanggal 17 Agustus 2009.
Dalam rilis yang diterima wartawan, Zainal Arifin mengatakan perubahan redaksi untuk surat palsu itu merupakan permintaan mantan hakim MK, Arsyad Sanusi yang mengklaim telah mengkonfirmasikannya kepada Ketua MK, Mahfud MD.
“Setelah penyusunan draf jawaban, saya mendapat telepon dari Arsyad Sanusi yang menanyakan tentang putusan perkara nomor 84/PHPU,C/VII/2009 pada Dapil Sulawesi Selatan I Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto. Arsyad menyatakan mestinya ( dalam surat itu) penambahan suara karena permohonannya pemohon dikabulkan sehingga berdampak pada perolehan kursi,” kata Zainal Arifin dalam rilisnya. “Saya menanyakan kepada beliau apakah sudah menghubungi Ketua MK dan Arsyad menjawab sudah menghubungi Ketua MK,” tambahnya.
Ia memaparkan ia menerima surat dalam bentuk faksimili dari Ketua KPU dengan alamat pengirim Andi Nurpati bernomor 1351/KPU/VIII/2009 pada 14 Agustus 2009 pada pukul 18.40 WIB. Surat tersebut mengenai permohonan penjelasan mengenai amar putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VIII/2009 pada Dapil Sulsel I sepanjang Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto.
Sesuai dengan petitum pemohon, memang terjadi penggelembungan suara bagi Partai Golkar di tiga kabupaten tersebut sebanyak 3.302 suara terdiri dari Kabupaten Gowa sebanyak 1.107 suara, Kabupaten Takalar sebanyak 210 suara dan Kabupaten jeneponto sebanyak 1.985 suara. MK dalam amar putusan yang dibacakan pada 22 Juni 2009 menyatakan menetapkan penghitungan suara yang benar untuk Partai Hanura di Dapil Sulsel 1 sepanjang Kabupaten Gowa, Takalar dan Jeneponto masing-masing berjumlah 13.012 suara, 5.443 suara dan 4.206 suara. Sebelumnya perolehan suara Partai Hanura pada tiga kabupaten masing-masing berjumlah 12.879 suara, 5.414 suara dan 5.883 suara.
Zainal pun menghubungi Andi Nurpati yang mempertanyakan amar putusan MK yang menurutnya sudah sangat jelas. Namun Andi Nurpati meminta agar dikirim lagi surat penjelasan MK sebagai bahan pertimbangan untuk rapat pleno KPU. Ia pun menjawab urusan pelaksanaan putusan MK merupakan kewenangan KPU. Setelah penyusunan draf jawaban itu lah, Arsyad menghubunginya dan mengimbau semestinya putusan perkara tersebut mengenai penambahan suara.
“Setelah saya menanyakan ke Pak Mahfud (Ketua MK), ternyata tidak benar,” ucapnya dalam jumpa pers di Balai Wartawan Mabes Polri, Selasa (23/8). Kenapa ada perbedaan pernyataan antara Ketua MK dan Arsyad Sanusi, hakim MK saat itu? “Saya tidak tahu, tanyakan kepada beliau (Arsyad),” ujarnya.
Dalam surat MK palsu tertanggal 14 Agustus 2009 pun ada perubahan redaksi, yang sebelumnya pada surat asli tertulis ‘jumlah perolehan suara’ menjadi ‘jumlah penambahan suara’. Berikut jawaban MK dalam surat palsu itu: “Bahwa pada amar putusan Nomor 84/PHPU.C/VII/2009, jumlah penambahan suara untuk pemohon di Dapil Sulsel 1 sepanjang Kabupaten Gowa sejumlah 13.012 suara; Kabupaten Takalar sejumlah 5.443 suara dan Kabupaten Jeneponto sejumlah 4.206 suara.”.
Dengan adanya surat palsu ini, tentu saja suara yang diperoleh Partai Hanura dengan calon legislatifnya, Dewie Yasin Limpo menjadi lebih dari dua kali lipat dan mengungguli Mestariani Habie, politisi Partai Gerindra. Padahal dalam perolehan suara Mestariani Habie jauh mengungguli suara Dewie dan diputuskan menjadi pemilik kursi DPR Dapil Sulsel I. “Saya pun tahu surat tanggal 14 Agustus 2009 itu setelah Ketua MK mengirimkan surat pada 11 September 2009,” tegasnya.
Dalam surat dari Ketua MK itu berisi MK memang benar telah mengeluarkan surat pada 17 Agustus 2009, MK tidak pernah mengeluarkan surat tertanggal 14 Agustus 2009 dan surat penjelasan yang benar yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam surat tertanggal 17 Agustus 2009.
Surat Ketua MK ini akibat dari adanya surat yang digunakan dalam Sidang Pleno KPU pada 21 Agustus 2009 yaitu surat tertanggal 14 Agustus 2009. Padahal surat asli tertanggal 17 Agustus 2009 telah diserahkan kepada Andi Nurpati oleh dua staf MK, Nallom Kurniawan dan Mashuri Hasan, di Kantor Jak TV pada 17 Agustus 2009 pukul 19.30 WIB dengan ditandatangani Aryo (sopir Andi Nurpati). Namun surat asli ini tidak digunakan Andi Nurpati dalam sidang pleno tersebut.