REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengusulkan pembentukan yayasan konservasi yang akan fokus untuk mendanai berbagai kegiatan konservasi dan pelestarian kawasan hutan.
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut, Darori, di Jakarta, Selasa (23/8) , mengatakan, selama ini anggaran negara untuk merehabilitasi hutan sangat kecil. Alhasil, sering kali dibutuhkan dana di luar APBN untuk memobilisasi pelestarian hutan.
"Kalau hanya berdasarkan dana APBN terlalu kecil kita, nggak cukup untuk merehabilitasi hutan," tegas Darori.
Yayasan konservasi ini, kata dia, akan menampung dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan swasta yang berminat menyerahkan sebagian CSR mereka untuk merehabilitasi hutan.
"Di Indonesia ada dana pengelolaan CSR yang nilainya hampir Rp20 triliun. Sementara dana APBN untuk rehabilitasi hutan sangat kecil, perusahaan swasta bisa menyumbang untuk ikut merehabilitasi hutan," katanya.
Dia menjelaskan, pembentukan yayasan konservasi ini sudah dibahas dalam pertemuan konservasi di di Yogyakarta beberapa waktu lalu dengan Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Untuk menjalankan yayasan ini, kata Darori, nantinya akan disusun dewan pembina diambil dari orang yang perhatian terhadap konservasi.
"Saya mencetuskan bagaimana kita bentuk yayasan konservasi Indonesia dengan dewan pembina dari orang yang memiliki perhatian pada bidang konservasi, seperti Jusuf Kalla, Jaya Suprana, dan Emil Salim. Ada sekitar 10-15 orang," katanya.
Anggota dari yayasan ini diambil dari kalangan pengamat kehutanan dari UI, UGM, Unlam, dan semua Universitas yang ada jurusan kehutanan untuk menggerakkan manajemen.
Kemenhut, kata Darori, akan mengundang perusahaan dalam negeri dan asing yang ada di Indonesia yang sudah ada keinginan membantu kegiatan rehabilitasi melalui dana CSR-nya.
"Mereka mau bantu apa, inilah yang harus ditentukan, misalnya mau bantu Gunung Gede Pangrango sekian miliar, silahkan mereka menyalurkan dana CSR-nya langsung," katanya.
Dia menambahkan beberapa perusahaan Indonesia telah menyatakan minat merehabilitasi, seperti Asian Pulp and Paper yang membuat cagar biosfer Bukit Batu di Riau. Sementara grup Artha Graha punya Tommy Winata sudah berniat menggelontorkan Rp500 miliar untuk mengembalikan lingkungan hidup harimau di Bukit Barisan.
"Ini untuk semua perusahaan nggak hanya untuk sektor kehutanan. Terus, Djarum juga sudah menanam pohon. Mereka sudah berminat dan nanti kami akomodir, misal menyisihkan dana sebesar Rp10 dari setiap bungkus rokok. Jika ada 1 miliar orang yang merokok, maka bisa berapa banyak yang bisa terkumpul," katanya.