REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggara Pemilu yang memunculkan pokok bahasan baru, menunjukkan Komisi II DPR tidak fokus dalam menuntaskan pembahasan.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, khawatir hal ini sengaja dilakukan untuk melakukan barter pasal. "Ini menunjukkan DPR kurang fokus, berpindah-pindah isu. Padahal masih ada hal lain yang lebih krusial yang harus diselesaikan, tapi mereka malah memutus ide baru dan meninggalkan isu lama," kata Ray, Sabtu (27/8).
Salah satu hal yang dicontohkannya yakni mengenai penghidupan kembali Panitia Pemungutan Suara (PPS). Menurutnya, hal tersebut tidak relevan. Karena keberadaan PPS justru menjadi salah satu terjadinya pusat penggelapan suara. Ide itu juga dinilai tidak sejalan dengan keinginan pemerintah memberlakukan KTP Elektronik.
"Ini kok malah mengembalikan ke penghitungan tradisional. Asumsi kita ke depan pemilu sudah berbasis teknologi. Dulu mekanisme itu dipakai karena sulit membawa surat suara dari satu tempat ke tempat yang lain," jelasnya.
Ia khawatir jika sebelum UU Penyelenggara Pemilu ini disahkan akan terjadi pertukaran pasal di dalam pembahasan berikutnya. "Saya khawatir ada negosiasi pasal-pasal. Karena ini aneh, kok idenya muncul lagi ketika pembahasan sudah mau selesai. Yang lebih mengkhawatirkan ini akan berpengaruh pada pembentukan penyelenggara pemilu," tandas Ray.