REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV--Ratusan ribu warga kota di seantero Israel turun ke jalan, Sabtu malam dalam aksi unjuk rasa terbesar dalam sejarah Israel. Para penduduk Israel meminta pemerintah untuk mengendalikan harga-harga yang sudah meroket.
Diperkirakan ada 430 ribu warga Israel yang berunjuk rasa. Demonstrasi terbesar terjadi di Tel Aviv, sebanyak 300 ribu warga. Kemudian di Jerusalem sebanyak 50 ribu warga dan 40 ribu pengunjuk rasa di Haifa.
Sejumlah pengamat menilai, pergolakan sosial di Israel ini turut dipicu oleh sejumlah revolusi di negara-negara Timur-Tengah dan Afrika Utara.
Dalam sebuah survei, dukungan bagi demonstrasi ini sudah mencapai 90 persen dari responden warga Israel. Demonstrasi yang bermula dari sejumlah aktivis mendirikan tenda di Rothschild Boulevard memprotes tingginya harga rumah dan harga kontrak rumah.
Isu ini lantas merembet ke seluruh isu sosial sehari-hari. Warga memprotes tingginya ongkos transportasi, tingginya biaya kesehatan, pendidikan, makanan, BBM, gaji yang rendah, gaji doktor dan guru, serta reformasi pajak dan jaminan sosial.
Protes ini membuat pemerintahan Benjamin Netanyahu membentuk satu komisi khusus untuk mengkaji jalan keluarnya.
"Kami adalah Israel yang baru!" teriak Itzik Shmuli, pelajar yang ikut demonstrasi. "Israel yang baru menginginkan satu hal yang sederhana, hidup dengan harga diri di negara ini," sambung dia.
Namun aksi protes besar-besaran ini juga mendapat kritikan dari politisi beraliran kiri. Mereka mengatakan warga Israel memprotes tapi tak memedulikan nasib warga Israel-Arab yang miskin atau warga Palestina yang diduduki.