REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim perkara Antasari Azhar di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Herry Swantoro tidak mau berkomentar terkait keputusan rekomendasi sanksi Komisi Yudisial (KY).
"No comment," kata Herry, saat ditemui dalam acara halal bi halal jajaran pegawai peradilan di Mahkamah Agung (MA) Jakarta, Selasa (6/9).
Herry yang saat ini menjabat hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar ini juga tidak mengomentari ancaman KY bahwa dirinya tidak bisa menjadi hakim agung. "No comment, no comment," kata Herry sambil menyalami para wartawan yang mencegatnya.
Dia hanya mengatakan bahwa dirinya menyerahkan semua kepada pimpinan. "Semuanya tergantung pimpinan," kata Herry.
Seperti diketahui bahwa KY merekomendasikan ke MA untuk memberhentikan sementara atau non-palu selama 6 bulan terhadap hakim yang menyidangkan perkara Antasari, dan dibentuknya Majelis Kehormatan Hakim.
Rekomendasi ini dibuat KY setelah menyelesaikan pemeriksaan majelis hakim kasus Antasari Azhar di tingkat pertama yang diduga melakukan pelanggaran kode etik yaitu mengabaikan alat bukti dan ahli.
Komisioner KY bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Suparman Marzuki menyatakan masa depan karir hakim kasus Antasari, Herry Swantoro, Ibnu Prasetyo dan Nugroho Setiadji akan sulit sebagai calon hakim agung, karena sudah tercatat melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Majelis hakim kasus Antasari Azhar terdiri dari Herry Swantoro, Ibnu Prasetyo dan Nugroho Setiadji. Majelis hakim yang dipimpin Herry telah memutus Antasari terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen.
Dalam kasus pembunuhan tersebut, Antasari Azhar dikenai Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (2) KUHP jo Pasal 340 KUHP.