REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA - Ade RC (38) semasa mudanya mengaku jalan hidupnya tidak benar dan memiliki niat untuk mendalami ilmu agama Islam agar mendapatkan ketenangan jiwa dan tidak merugikan orang sekitarnya. Menjadi santri Inabah di Ponpes Suryalaya, Tasikmalaya, selama dua tahun, ia merasa mendapatkan kekuatan batin dan lahiriah dengan selalu mengingat kebesaran Allah. “Karena setiap harinya tidak terlepas dari berzikir,” kata Ade yang sekarang menjadi anggota Polisi di Polres Kabupaten Tasikmalaya.
"Saya dulu merasa 'baong' (susah diatur) makanya masuk Inabah Suryalaya, dan saya mendapatkan sesuatu dalam diri saya menjadi lebih baik, yaitu dengan selalu berzikir," katanya.
Ia menceritakan awal mulanya menjalani kehidupan rehabilitasi di pondok Inabah. Ketika tengah malam pukul 01.00 atau 02.00 WIB, ujarnya bercerita, ia diminta untuk mandi oleh pengurus Inabah. Proses mandi itu dilanjutkan sholat malam kemudian berzikir dan shalawatan, lalu melakukan berbagai aktivitas keagamaan lainnya seharian.
Aktivitas mandi malam dan berdzikir malam itu, kata Ade, terus dilakukan secara berturut-turut hingga menjadi kebiasaan dan ketagihan, karena aktivitas tersebut dinilai baik untuk kesehatan. "Awalnya memang terpaksa, tapi ke sini menjadi biasa, dan itu ternyata membawa kita merasa lebih segar, kita mendapatkan kekuatan ditambah selalu berzikir," katanya.
Santri lainnya, Wineu Gustianeu (23) warga Kota Cimahi, Jawa Barat, mengaku setiap sepekan sekali selalu datang ke pesantren Suryalaya hanya untuk mengikuti pengajian Uqudul Jumaan yang merupakan berdzikir bersama-sama.
"Almarhum merupakan guru, patut dijadikan soriteladan, beliau selau menyuruh dzikir, sabar dan iklhas dalam menjalani hidup," kata Wineu mengenang sosok Abah Anom, pendiri Ponpes Suryalaya. Setelah mengetahui Abah Anom meninggal dunia, ia bersama keluarga langsung datang ke Pesantren Suryalaya.