Rabu 07 Sep 2011 13:30 WIB

Astronom Tuding Saudi Salah Tetapkan Idul Fitri, Itu Bukan Hilal Tapi Saturnus?

Seorang petugas melakukan persiapan dengan mencoba teropong yang akan digunakan untuk melihat posisi bulan saat dilakukan rukyatul hilal. Ilustrasi.
Foto: Antara/Saiful Bahri
Seorang petugas melakukan persiapan dengan mencoba teropong yang akan digunakan untuk melihat posisi bulan saat dilakukan rukyatul hilal. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Kapan ketika bulan adalah bulan baru? Itulah pertanyaan yang kerap menyulitkan para astronom Islam. Kontroversi terkini datang dari Saudi setelah muncul tuduhan dari para astronom bahwa Arab Saudi mengambil keputusan salah dalam penentuan Idul Fitri kemarin. Pasalnya yang dilihat bukanlah bulan melainkan Saturnus.

Akhir-akhir ini perayaan Idul Fitri kerap diwarnai beda argumen di antara otoritas berwenang dalam Islam mengenai kapan berakhirnya Ramadhan dan awal Syawal. Pada tahun ini ada pula perbedaan apakah Idul Fitri jatuh pada akhir Senin atau akhir Selasa.

Menurut instruksi di zaman Rasul Muhammad, Muslim hanya bisa mengakhiri puasa ketika bulan muda terlihat di atas horizon.

Dulu komunitas Muslim mengandalkan panitia lokal terdiri para astronom dan pakar untuk memastikan bulan baru atau hilal. Kini sejumalh besar masjid di penjuru dunia memilih mengacu pada otoritas Saudi untuk memutuskan kapan Idul Fitri dimulai.

Pekan lalu para ulama Saudi mendeklarasikan bahwa akhir Ramadhan dimulai pada Senin senja sehingga perayaan dan takbir menyambut Idul Fitri bisa dilaksanakan.

Namun negara lain tidak cukup yakin. Indonesia, adalah salah satu negara yang kerap tidak sejalan dengan keputusan Saudi mengenai Hilal. Pemerintah Indonesia berkeyakinan bahwa perayaan Idul Fitri bisa dimulai Selasa malam.

Yang menarik, berdasar pemantauan Kerajaan Inggris pekan lalu, hilal bisa dilihat di Inggris pada Rabu, yang berarti Selasa adalah akhir Ramadhan. Namun kondisi itu tak menghentikan masjid-masjid di Inggris mengikuti Saudi dan mulai mengumandangkan takbir pada Senin malam serta menggelar shalat Id pada Selasa.

Beberap astronom di Teluk menyimpulkan bahwa objek yang diklaim Saudi sebagai hilal di langit pada malam Senin faktanya adalah Saturnus. Kontan saja tuduhan itu memicu kemarahan ulama Kerajaan Saudi. Para ulama pun segara mengeluarkan kotbah bantahan terhadap mereka yang menyimpulkan salah.

Menurut situs berita Arab News, Grand Mufti Abdul Aziz bin Abdullah al-Asheikh mengecam tudingan terhadap pengamatan hilal pada kotbah Jumat dan menuding balik sikap mereka  sebagai orang-orang dengan omong besar yang meragukan keagamaan Saudi dan seharusnya tutup mulut.

Pertikaian itu juga merambah kawasan Iran yang dikenal keras terhadap Arab Saudi karena mereka tak bisa menoleransi pandangan Syiah. Sejumlah ulama Iran menyatakan bahwa rakyat Saudi harus membayar kaffarah atau denda karena kehilangan satu hari Puasa. Hingga kini belum ada komentar lebih lanjut dari otoritas Saudi.

sumber : The Independent
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement