REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Sebagian besar Muslim New York York New merasa kurang aman dan nyaman setelah serangan teroris.
Di luar masjid Coney Island Avenue, Parkville, Brooklyn, misalnya, mobil patroli selalu terlihat. Seluruh aktivitas jamaah dipantau dan mereka selalu diawasi.
Pengawasan ini merupakan bentuk respon pascatragedi 11 September 2001. "Kami mendengar tentang hal itu, soal fanatisme. Tapi masyarakat harus memahami Islam bukan terorisme. Islam adalah agama cinta damai dan pengertian,” kata seorang jamaah yang enggan disebutkan namanya, seperti dikutip NY1.com, Rabu (7/9).
Beruntung, kaum Muslim kota itu memiliki lembaga bernama COPO, didirikan 10 tahun lalu. Lembaga yang lebih dikenal sebagai Dewan Organisasi Pakistan itu dibentuk untuk membantu imigran asal Pakistan terhindar dari deportasi akibat serangan teroris. “Organisasi ini berusaha mengadvokasi penangkapan yang terjadi, bagaimana mengatur uang jaminan, dan mengajari imigran bahasa Inggris sehingga mereka tahu hak-haknya,” papar pendiri organisasi, Mohammad Razvi.
Kebutuhan akan advokasi bukan tanpa alasan, mengingat banyak imgran asal Pakistan meninggalkan Brooklyn guna menuju negara lain. Nantinya, ketika kecenderungan ini terhenti, organisasi yang dibentuk Razyi akan berkembang menjadi organisasi multilayanan.
Bulan depan, COPO akan memperluas layanannya lagi untuk menyediakan program bagi para orang tua. Namun, Razvi mengatakan akan fokus membangun jembatan antara Muslim dan warga New York, termasuk pejabat terpilih dan lembaga penegak hukum.”Hubungan-hubungan ini akan membantu menjaga kedamaian saat insiden terjadi,” kata Razyi.
Menurutnya, COPO dalam pendekatan kepada seluruh pihak mengutamakan posisi sebagai teman, bukan sebagai musuh. Organisasinya tidak anti Amerika tapi anti terhadap diskriminasi terhadap para Muslim yang kerap dipandang sebagai musuh. “Alhamdulillah, kemajuan terus terjadi tapi masih banyak pekerjaan rumah yang dilakukan terutama di luar Broklyn,” jelasnya.