REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Langkah mantan panitera pengganti Mahkamah Konstitusi (MK), Zainal Arifin Hoesein, meminta pertolongan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum terkait kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap langkah percuma. Zainal Arifin meminta Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk menindak Bareskrim Polri yang dianggapnya ceroboh dalam menangani kasus tersebut sehingga dirinya ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun yang diduga kuat sebagai aktor intelektual, yakni mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, dan caleg Partai Hanura Dewie Yasin Limpo, selaku pengguna surat palsu, justru tidak tersentuh hukum. "Saya pesimis, tapi MK tetap mendorong untuk mencari keadilan. Namanya orang usaha pasti bertindak apa saja," kata juru bicara MK, Akil Mochtar, Jumat (9/9).
Menurut Akil, posisi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang berada di bawah Presiden SBY sejajar dengan Kapolri Timur Pradopo yang berada di bawah kekuasaan. Karena itu, sangat sulit berharap institusi yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto tersebut berani menegakkan kebenaran dan meningkatkan kinerja penyidik yang menyimpang.
Akil menyebutkan MK sebenarnya tidak hanya kaget, melainkan marah dengan penetapan Zainal Arifin sebagai tersangka. Belum lagi gelagat penyidik yang berusaha melokalisir kasus tersebut agar berhenti pada penetapan tersangka dari staf MK. Semua itu menandakan pengusutan kasus surat palsu tersebut sengaja tidak dituntaskan.
"MK tidak tinggal diam menyikapi masalah ini. Karena jika pertama dibiarkan, maka MK nanti diobok-obok institusi lain," jelas Akil.
Meski kinerja penyidik diakui buruk, Akil tetap percaya pengusutan kasus surat palsu cepat atau lambat segera tuntas. Pasalnya, opini publik sudah terbentuk dengan mengetahui siapa yang seharusnya bersalah dan menjadi tersangka.
Adapun tidak selamanya penyidik bakal tahan terus didesak masyarakat, LSM, DPR, dan MK, meski dilindungi penguasa. "Kita harus berpikir optimis, tidak perlu menunggu pergantian rezim untuk menyelesaikan kasus ini," kata Akil.