REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur milik pemerintah di Kota Surabaya masih kekurangan tenaga spesialis kejiwaan. Dengan 350 pasien, RSJ tersebut hanya memiliki 10 dokter spesialis kejiwaan.
"Dalam sehari, RSJ menur mampu melayani pasien 350 orang. Dengan tenaga spesialis kejiwaan hanya 10 orang ini jelas sangat kesulitan dan tidak ideal," ujar Direktur Rumah Sakit Jiwa Menur, Adi Wirachjanto, Ahad (11/9).
Adi mengatakan pihaknya bisa menerima tiga hingga lima pasien baru setiap hari. Dengan jumlah pasien segitu banyak, idealnya RSJ harus memiliki minimal 15 dokter spesialis kejiwaan. Kekurangan dokter tersebut diakuinya membuat RSJ tidak bisa maksimal dalam melayani pasien dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi seluruh pasien. "Kami masih tidak bisa mengimbangi jumlah pasien yang terus berdatangan," ungkapnya.
Bahkan, kata dia, tambahan tenaga dokter, perawat, dan tenaga lainnya dari Pemprov Jawa Timur pada April 2011 lalu, sebanyak 22 orang dari hasil seleksi nujian CPNS 2001, juga tidak mampu mengatasi kekurangan yang ada. Hal ini karena dari 22 orang tambahan dokter, spesialisnya hanya dua orang. "Sementara kami kekurangan tujuh orang dokter spesialis kejiwaan untuk mencapai kondisi idealnya."
Sementara itu, Ketua Jejaring Komunikasi Kesehatan Jiwa, Pandu Setiawan, mengakui secara nasional Indonesia memang masih kekurangan tenaga spesialis kejiwaan. Di Indonesia hanya ada sekitar 600 psikiater. Dari jumlah tersebut 75 persennya hanya ada di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. "Dari jumlah itu 50 persen di Jakarta, seperlima di Surabaya dan seperenamnya di Yogyakarta," ungkapnya.
Dia mengatakan di daerah pelosok hampir dipastikan malah tidak tersedia tenaga spesialis kejiwaan. Fakta tersebut, lanjut dia, jelas sangat menyulitkan. "Idealnya satu orang spesialis kejiwaan menangani 30.000 pasien gangguan jiwa," ujarnya.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar 2010 ada 11,6 persen penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun yang mengalami gangguan mental emosional, atau berkisar 19 juta penduduk. Dimana 0,46 persen di antaranya bahkan mengalami gangguan jiwa berat atau sekitar 1 juta penduduk. Artinya satu psikater menangani 400 ribu penderita.
Menurut Pandu, minimnya tenaga dokter spesialis kejiwaan ini disebabkan kurangnya pusat pendidikan psikiatri di Indonesia. Karena itu, ia mengharapkan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan lebih serius menghadapi persoalan ini.