Senin 12 Sep 2011 19:52 WIB

Pemerintah Harus Lebih Bijaksana Menangani Kerusuhan

Rep: c29/ Red: cr01
Tentara dan warga berjaga-jaga di Kota Ambon, Senin, setelah kerusuhan melanda daerah tersebut.
Foto: AP
Tentara dan warga berjaga-jaga di Kota Ambon, Senin, setelah kerusuhan melanda daerah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sosiolog Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, mengatakan kerusuhan di Ambon perlu disikapi lebih bijaksana oleh pemerintah. Hal itu disampaikannya saat konferensi pers di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di Jalan Borobudur Nomor 14 Menteng, Senin (12/9) sore.

Menurut pengamatan Guru Besar UI itu, pola kerusuhan Ambon kali ini memiliki kesamaan dengan konflik yang terjadi pada 1999. Pertama, jika dilihat dari waktunya, kata dia, kerusuhan kali ini terjadi beberapa hari pasca lebaran. "Konflik 1999 juga terjadi pada momentum Idul Fitri," ujar Thamrin.

Selanjutnya, pada konflik 1999, ada aksi pembakaran ban bekas dekat beberapa masjid dan gereja, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah rumah ibadah itu dibakar. "Sekarang juga begitu," imbuhnya.

Ketiga, adanya penyebaran berita-berita bohong melalui berbagai saluran komunikasi. Provokasi pada kerusuhan 1999 disampaikan melalui telepon umum, karena pada saat itu ponsel belum semarak sekarang. "Waktu itu, dengan uang seribu rupiah, Ambon dapat diledakkan. Seribu rupiah itu kalau ditukar dengan koin seratus rupiah, bisa dapat sepuluh. Lima koin bisa digunakan provokator untuk menelepon kampung-kampung Muslim, sedangkan lima lainnya bisa digunakan untuk menghubungi kampung-kampung Nasrani," jelasnya.

Kerusuhan kali ini, isu bohong dengan cepat dapat disebarkan melalui berbagai saluran yang lebih praktis seperti SMS, BBM, dan lain-lain. Akademisi asal Maluku itu heran, seharusnya pihak intelijen dapat menyadap, memantau atau menelusuri pengiriman berita-berita bohong itu. Dengan demikian, lanjut dia, aktor-aktor yang terlibat bisa ditangkap. "Namun kita tidak mendapati kalau pemerintah telah melakukan itu," katanya.

Thamrin menyayangkan lemahnya intelijen negara ini dalam mengusut para aktor. Menurutnya, yang dibutuhkan dalam menangani kerusuhan bukan aparat berseragam lengkap, tetapi aparat berpakaian preman yang menyusup ke (masyarakat) akar rumput. Pengiriman ratusan personel Brimob ke Ambon sebagai reaksi Pemerintah atas konflik tersebut dinilainya berlebihan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement