REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penyidik Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri tidak takut untuk menetapkan tersangka lain untuk kasus dugaan pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Jadi Polisi itu ngak ada takutnya. Saya bilang kita ini sudah tidak ada takutnya. Penyidikan kita dasarnya bukti," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol Sutarman di Jakarta, Rabu (14/).
Pemeriksaan dari internal MK juga telah dilaksanakan dimana ada lima nama di antaranya Masyhuri Hasan, Arsyad Sanusi dan Zainal Arifin Hoesein, ujarnya. "Tetapi bukti-bukti yang bisa dikumpulkan oleh penyidik kita itu baru dua. Kalau bukti cukup kita ngak takut, Nazaruddin aja kita tangkap," ucap Sutarman, menegaskan.
Kabareskrim mengatakan bahwa yang membuat maupun penggunanya sudah jelas yakni pihak dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Bukti untuk menyeret mereka sebagai pengguna, itu yang masih simpang siur sampai sekarang, nanti kalau lengkap tidak ada yang ditakuti," ujar Sutarman.
Kepolisian sebelumnya menyatakan menemukan "fotocopy" surat putusan MK tahun 2009 atas gagalnya Dewi Yasin Limpo menduduki kursi DPR dari Partai Hanura dengan daerah pemilihan Sulawesi Selatan.
Surat palsu MK bernomor 112/MK.PAN/VIII tertanggal 14 Agustus 2009 dalam sengketa pemilihan legislatif daerah pemilihan (pileg dapil) Sulawesi Selatan (Sulsel) I. Hal ini terkait dengan mantan anggota KPU, Andi Nurpati yang dilaporkan Ketua MK, Mahfud MD atas dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut.
Dalam dokumen negara tersebut diduga ada kata-kata yang diubah. Penyidik saat ini sudah menetapkan dua tersangka terkait kasus tersebut yakni juru panggil MK, Masyhuri Hasan dan mantan panitera MK, Zainal Arifin Hoesein yang diduga memalsukan surat putusan MK.