REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Dalam upaya mengkoreksi liputan berita tentang Muslim, dua universitas Amerika meluncurkan sebuah proyek untuk bagi wartawan bagaimana menghadapi isu-isu terkait Islam.
"Dalam lanskap media yang kian memiliki banyak kutub, memiliki fakta keras mengenai topi sangat vital bagi jurnalisme yang baik," ujar direktur pengajaran interaktif, Howard Finberg, dari Poynter Institut.
"Dan itu terutama penting ketika meliput topik seputar agama."
Mengusung tema "Meliput Islam di Amerika" proyek itu diluncurkan pekan ini bekerjasama dengan Washington State University dan Poynter Institute dari News University.
Pelatihan itu didesain untuk menyiapkan para reporter untuk fokus pada informasi akurat ketika meliput isu-isu mengenai Muslim dan Islam.
"Kita tak memiliki alasan untuk terlibat selain keinginan untuk menyodorkan laporan yang akurat dan seimbang terhadap topik ini, yang telah memberi dampak secara luas di masyarakat Amerika saat ini," ujar salah satu tokoh yang menggagas proyek tersebut, Lawrence Pintak yang juga mantan koresponden CBS NEW untuk liputan Timur Tengah.
Pelatihan itu mencakup berbagai topik di Islam merentang dari ajaran Islam hingga sejarah imigrasi Muslim, peran wanita dalam Islam dan hibungan Islam dan Kristen.
"Modul kursus kami di NewsU adalah cara efektif dan mudah diakses bagi jurnalis yang membutuhkan pelatihan untuk meliput Islam dan Muslim di AS," ujar Finberg.
Sebagai tambahan untuk kursus online, sebuah versi dengan lebih banyak materi bacaan dan analisa berjudul, "Islam in Main Street" ditawarkan lewat Pusat WSU untuk Pendidikan Jarak Jauh.
Bagian mengenai berbagai perbedaan dalam agama, wanita dan Islam dan Islam dengan komunitas kulit hitam juga masuk dalam rencana.
Meski pelatihan ini menyasar jurnalis, pelajar dan bloger sebagai target utama, namun modul sangat berguna pula bagi pendidik, pejabat pemerintahan dan siapa pun yang terlibat dalam diskursus mengenai Islam di Amerika.
Para reporter yang meliput Muslim akan mendapat pelatihan dari jurnalis terkemuka dan para akademisi, yang memiliki pengalaman lama meliput Islam dan Muslim.
"Kami kerap mendatangi cendekia yang mengetahui tentang subjek ini luar dalam dan membantu mereka mempresentasikan pengetahuan mereka sesuai dengan kebutuhan jurnalis yang saban hari dituntut oleh penugasan dan deadline," tutur Pintak.
Sementara untuk pelatihan online, Pintak mengatakan kurus akan menawarkan pendidikan tentang komunitas Muslim, pengetahuan yang ia andaikan telah ia terima sebelum ditugaskan CBS ke Beirut 30 tahun lalu.
"Saya telah meliput berbagai perang di Afrika, jadi saya tahu bagaimana menghindari peluru. Mengenai Islam, agaman dominan di dalam kawasan itu, saya tidak tahu apa pun," ujar Pintak.
Sentimen keras dan negatif terhadap Muslim di AS--diperkirakan berjumlah 6-8 juta jiwa--telah meningkat sejak serangan 11 September.
Salah satu akademisi tersohor AS, Stephen Schwartz, telah mengkritik media Barat yang gagal menjawab tantangan menyodorkan liputan seimbang mengenai Islam dan Arab pascatragedi WTC.
Tokoh Yahudi moderat, Rabi Eric Yoffie, kepala Persatuan Yudaisme Reformasi (URC), salah satu gerakan Yahudi terbesar di AS, juga menuduh media AS dan politisi, terang-terangan menghancurkan citra Islam dan menggambarkan Muslim sebagai 'figur setan'.
Sebuah studi di Inggris baru-baru ini juga menuduh media dan industri film sengaja terus mempromosikan Islamofobia dan prasangka buruk terhadap Muslim dan Arab sebagai orang-orang berbahaya dan penuh kekerasan.