REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO--Israel baru menyadari ternyata sengketa serangan terhadap kapal kemanusiaan Gaza, flotilla Mavi Marmara, yang menewaskan sejumlah pegiat Turki, dan penolakannya untuk minta maaf atas tragedi yang dikecam masyarakat dunia itu, kini menjadi kerikil tajam dalam upayanya menjegal prakarsa Palestina di PBB.
Kunjungan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan ke Mesir, Tunisia dan Libya pekan lalu, yang diasumsikan menggalang kekuatan Arab dalam mendukung prakarsa Palestina di PBB, jelas menyiratkan retaknya hubungan Turki dan Israel, yang sebelumnya oleh para pengamat dinilai solid.
Ketika berbicara di depan Liga Arab di Kairo Selasa pekan lalu, Erdogan mengatakan Israel harus menghormati hak-hak asasi manusia dan bertindak sebagai negara normal sebelum pihaknya dibebaskan dari isolasi Turki.
Kunjungan Erdogan yang terjadi hanya dua hari setelah sekelompok pemrotes Mesir menerobos kantor kedutaan Israel dan menurunkan bendaranya, serta melemparkan dokumen-dokumen ke luar jendela gedung kedutaan, jelas mengobarkan semangat negara-negara Arab untuk mendukung prakarsa Palestina dan "menjewer kuping" Israel atas tindakan-tindakannya yang melanggar HAM dan hukum internasional.
Meskipun di sisi lain, tampak Mesir kembali berbaik-baikan dengan Israel setelah dilanda konflik perbatasan yang menewaskan lima tentaranya, dan menyulut reaksi keras diplomatik antara lain mengancam akan menarik duta besarnya dari Tel Aviv.
Sebaliknya, Turki juga menghentikan hubungan militer dan ekonominya dengan Israel, dan menurunkan tingkat hubungan diplomasinya sampai di tingkat sekretaris dua pada bulan ini, sebagai protesnya atas penolakan Israel untuk meminta maaf atas pembunuhan delapan orang Turki.
Dengan tegas Erdogan mengatakan, Turki berikrar akan membantu upaya Palestina untuk memperoleh status kedaulatan dan keanggotaannya di PBB, dan berikrar akan mengirimkan kapal-kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza dengan dikawal oleh Angkatan Laut Turki, di masa depan.
Bahkan PM Turki itu menandaskan bahwa pihaknya sewaktu-waktu bisa mengirimkan kapal-kapal perangnya ke Laut Tengah timur. Suatu penegasan yang membuat Tel Aviv harus tak memandang sebelah mata dengan ancaman Turki.
Perkuat tekad
Di sisi lain, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dengan tekad yang bulat pada akhir pekan lalu bertolak ke New York, untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB. Karuan saja, PM Israel Benjamin Netanyahu melemparkan tuduhan yang sejak beberapa waktu dia sembunyikan dalam genggaman bahwa Palestina berniat melakukan sabotase perundingan perdamaian Palestina-Israel, dan meyakini bahwa permohonan mereka untuk mendapat pengakuan dan keanggotaan di PBB tak akan berhasil.
Abbas mengagendakan akan mengadakan pertemuan intensif dengan para pemimpin dunia untuk menggolkan langkah Palestina itu, tapi tidak ada rencana untuk bertemu dengan Netanyahu ataupun Presiden AS Barack Obama, yang jelas menentang upaya Palestina dan mengancam akan memveto permohonan Palestina itu melalui Dewan Keamanan PBB.
Tetapi di Jerusalem, Netanyahu mendamprat Palestina melakukan segala apapun untuk mentorpedo perundingan perdamaian secara langsung. Sebelumnya, Netanyahu tergopoh-gopoh berkunjung ke AS dengan membawa dua tujuan, yaitu mencegah Palestina dari mendapatkan pemungutan suara di Dewan Keamanan, dan menempatkan kasus upaya Israel untuk menjegal status keanggotaan Palestina sebelum sidang Majelis Umum PBB dibuka.
Dalam hal ini, Netanyahu merasa mendapat jaminan dari AS bahwa kedua negara bekerja sama dengan sangat mendalam, di samping dengan negara-negara penting lain di Eropa, untuk mencegah upaya Palestina itu.
AS dilaporkan sedang melakukan kerja sama dengan anggota-anggota Dewan Keamanan untuk menghalangi prakarsa Palestina dalam rangka menghindari tidak akan menggunakan hak veto.Menurut laporan-laporan media transnasional, Obama mengatakan, hal itu akan terjadi di Dewan Keamanan bahwa pihaknya akan bertindak solid, dengan dalih mereka pikir langkah Palestina itu tidak produktif.
Namun sebaliknya, perunding Fatah Nabil Shaath mengatakan pada akhir pekan lalu, bahwa upaya Obama untuk mencegah prakarsa Palestina itu, sama sekali tidak menyebut pemberhentian pembangunan permukiman Yahudi yang dilakukan Israel, yang sebenarnya menjadi syarat yang diajukan Palestina untuk berlangsungnya perundingan perdamaian.
Jika Israel dan AS menginginkan konflik Palestina-Israel kembali ke meja perundingan perdamaian, maka mestinya Israel memenuhi syarat yang diajukan Palestina, berhenti mengembangkan pembangunan permukiman Yahudi di tanah Palestina yang mereka caplok pada 1967.
Kewajiban
Dijadwalkan, Abbas akan mengajukan prakarsa Palestina itu ke Dewan Keamanan pada 23 September, di sela-sela sidang Majelis Umum PBB ke-66. Palestina memutuskan mengupayakan pengakuan negaranya di PBB dengan garis batas sebelum perang 1967 setelah perundingan perdamaian dengan Israel tidak ada perkembangan sejak berhenti tahun lalu, sementara sikap kesewenang-wenangan negara Yahudi di wilayah-wilayah Arab yang diduduki makin menjadi-jadi.
Meskipun mendapat tekanan dari seluruh masyarakat internasional, termasuk AS dan Kuartet Timur Tengah yang terdiri AS, Inggris, Rusia dan Uni Eropa namun mereka gagal membujuk Israel untuk menghentikan pembangunan permukimannya dan menerima prinsip solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967.
Kalangan pengamat Arab menduga, apapun yang terjadi pada prakarsa Palestina itu, setelah pengajuan upaya itu dilakukan di Dewan Keamanan, pola permainan dalam konflik ini akan berubah.Dalam pertemuan Komite Prakarsa Perdamaian Liga Arab di Kairo pekan lalu menegaskan, bahwa negara-negara Arab telah sepakat untuk mendukung Palestina untuk diakui sebagai satu negara merdeka.
Liga berpendapat, rakyat Palestina mempunyai hak untuk mendirikan negara sendiri, dan bahwa setiap negara harus mendukung mereka untuk mencapai tujuan itu.
Sementara itu PM Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan, mengakui negara Palestina adalah bukan sekedar pilihan tapi merupakan kewajiban. "Saya yakin, sebelum akhir tahun ini, kita melihat Palestina di PBB dalam keadaan yang sangat berbeda. Inilah saatnya bendera Palestina dikibarkan di PBB," tegas pemimpin kharismatik itu.