Selasa 20 Sep 2011 19:45 WIB

Terdakwa Korupsi Sapi Potong dan Mesin Jahit Bantah Tunjuk Langsung

Rep: Muhammad Hafil/ Red: cr01
Anggota Komisi II DPR-RI dari fraksi Partai Demokrat, Amrun Daulay, menjalani sidang kasus korupsi di Gedung Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Senin (19/9).
Foto: Republika/Imam Budi Utomo
Anggota Komisi II DPR-RI dari fraksi Partai Demokrat, Amrun Daulay, menjalani sidang kasus korupsi di Gedung Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Senin (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kubu terdakwa Amrun Daulay membantah tudingan melakukan penunjukan langsung pada pengadaan mesin jahit dan sapi potong impor pada tahun 2004.

Menurut salah satu anggota tim kuasa hukum Amrun, Burhanuddin Daulay, sesuai dengan kutipan dakwaan Jaksa Penunutut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kliennya tidak melakukan penunjukan langsung terhadap PT Lasindo (pengadaan mesin jahit) dan PT Atmadhira Karya (pengadaan sapi).

Tetapi Amrun yang pada waktu itu menjabat sebagai Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial hanya melaksanakan tugas administrasi sesuai arahan Menteri Sosial pada waktu itu. "Klien kami tidak melakukan penunjukan langsung dan tidak termasuk pihak yang menerima uang dari PT Lasindo maupun dari PT Atmadhira Karya," kata Burhanuddin kepada Republika, Selasa (19/9).

Seperti diketahui, Anggota Komisi II DPR-RI, Amrun Daulay, terancam dipidana dengan hukuman penjara paling lama 20 tahun serta denda paling banyak Rp 1 miliar. Selaku Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial (Dirjen Banjamsos) di Departemen Sosial (Depsos) tahun 2003-2006, Amrun didakwa melakukan tindak pidana korupsi.

Ia didakwa korupsi dalam proyek pengadaan mesin jahit dan sapi potong impor pada tahun 2004. Politisi Partai Demokrat itu dikenakan dakwaan alternatif mengacu pada Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement