Jumat 23 Sep 2011 11:29 WIB

Kebutuhan Perumahan dan RTH Bagai Pisau Bermata Dua

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Chairul Akhmad
Ruang terbuka hijau (RTH) yang berguna untuk mendukung keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan di Ibukota Jakarta masih sedikit.
Foto: Antara/Reno Esnir
Ruang terbuka hijau (RTH) yang berguna untuk mendukung keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan di Ibukota Jakarta masih sedikit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pertambahan rumah di Indonesia sekitar 710 ribu unit per tahun. Jumlah kekurangan rumah (back log) juga meningkat dari tahun ke tahun, dari 5,8 juta unit pada 2004 menjadi 7,4 unit pada 2009.

Bagaikan pisau bermata dua, kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan semakin terdesak, salah satunya akibat pembangunan fisik perumahan. Terpusatnya kegiatan ekonomi di Jakarta misalnya, menyebabkan para angkatan kerja memilih untuk bekerja di Jakarta.

Namun karena ketersediaan lahan di Jakarta semakin terbatas dan mahal, mereka mencari alternatif lain. Caranya bergerak ke pinggiran kota dan bermukim di sana. Seperti Tangerang, Bekasi, Bogor, dan Depok. Tingginya mobilisasi antara kota inti dan kota penyangga ini selanjutnya mengakibatkan masalah pemanfaatan tata ruang wilayah, termasuk konversi lahan besar-besaran.

Sebagaimana diketahui, data pemerintah menunjukkan sektor industri di Jakarta memberi peningkatan kontribusi bagi kota penyangga. Pada medio 1993-2009, perekonomian di Bekasi meningkat dari 60,9 persen menjadi 81,7 persen. Bogor juga meningkat dari 49,4 persen menjadi 68,8 persen. Berikutnya Tangerang, dari 59,3 persen ke 71,7 persen.

Pertumbuhan ekonomi itu memicu tumbuhnya pusat-pusat pemukiman baru sehingga semakin memperkecil ruang hijau. Jadi, wajar saja sampai saat ini RTRW Jakarta sangat semrawut, padahal Jakarta sudah berusia ratusan tahun.

Direktur Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), Joessair Lubis, mengatakan dari 20 persen RTH publik yang harus dipenuhi, Jakarta baru memenuhi 14 persen. Aturan RTRW yang belum jelas itu, sebaliknya kembali memberi masalah bagi pemerintah yang ingin membangun perumahan untuk rakyat.

Selama 2010 hingga 2014 Kemenpera menargetkan 5,3 juta unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. "Namun kita takut membangun di atas tanah yang tak tepat," tambah Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat, Oswar Mingkasa, Kamis (22/9).

Nyaris tak ada solusi untuk Jakarta. Namun pemerintah terus mencoba mencari celah agar syarat RTH yang mencakup 30 persen dari total wilayah terwujud. Rinciannya, 20 persen RTH publik, dan sepuluh persen RTH privat. Meski RTH publik jauh dari harapan, namun RTH privat di Jakarta ternyata cukup menjanjikan. Berdasarkan pemantauan citra satelit, RTH privat di Jakarta mencapai 23 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement