Senin 26 Sep 2011 13:54 WIB

Amrun Daulay Minta Hakim Batalkan Dakwaan

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Johar Arif
Terdakwa kasus korupsi pengadaan sapi impor dan mesin jahit di Departemen Sosial pada 2004, Amrun Daulay, memasuki mobil tahanan saat meninggalkan gedung KPK di Jakarta.
Foto: Antara/Widodo S Jusuf
Terdakwa kasus korupsi pengadaan sapi impor dan mesin jahit di Departemen Sosial pada 2004, Amrun Daulay, memasuki mobil tahanan saat meninggalkan gedung KPK di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (26/9), menggelar sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan terdakwa kasus korupsi pengadaan mesin jahit dan sapi impor, Amrun Daulay. Anggota Komisi II DPR RI dan mantan Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial itu mengaku tak bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan meminta majelis hakim membatalkan surat dakwaa.

Menurut kuasa hukum Amrun, Burhanuddin Daulay, surat dakwaan yang dibuat oleh tim jaksa penuntut umum tidak cermat dan tidak jelas. Surat dakwaan dianggap tidak menjelaskan secara terperinci rumusan pasal 65 ayat 1 KUHP yang ikut dicantumkan.

Dengan alasan tersebut, Burhanuddin kemudian meminta majelis hakim yang diketuai oleh Mien Trisnawati untuk membatalkan surat dakwaan. "Surat dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum," ujar Burhanuddin saat membacakan surat eksepsi Amrun.

Surat eksepsi Amrun juga berisi bantahan bahwa Amrun melakukan penunjukan langsung. Amrun selaku dirjen secara struktural merupakan bawahan yang tidak bisa membantah atas kebijakan menteri sosial pada waktu itu sehingga pertanggungjawaban pidana atas kebijkan tersebut tidak bisa dilimpahkan kepada Amrun.

Menurut Burhan, Amrun sama sekali tidak mengambil kebijakan dalam kedua proyek pengadaan di Depsos itu. Amrun, lanjutnya, hanya menjalankan kebijakan yang diputuskan oleh Bachtiar Chamsah selaku Mensos.

Amrun dikenakan dakwaan alternatif Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diduga telah memperkaya orang lain atau korporasi hingga merugikan keuangan negara sebanyak Rp 15,13 miliar karena menyetujui penunjukan langsung pada pengadaan mesin jahit dan sapi impor. Atas tindakannya ini, politisi Partai Demokrat itu terancam dipidana dengan hukuman penjara paling lama 20 tahun.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement