REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan Intelijen Negara Sutanto menilai penanganan terorisme di Indonesia harus dilakukan secara simultan, tidak cukup hanya penindakan di lapangan saja.
"Penanganan secara simultan, yakni dengan melakukan penindakan secara hukum sekaligus melakukan pencegahan deradikalisasi yang melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam berbagai hal," kata Sutanto menjelang rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Sutanto menjelaskan hal itu menjawab pertanyaan pers soal tanggapannya terhadap aksi bom bunuh diri di halaman Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Solo, pada Minggu (25/9).
Menurut Sutanto, intelijen di Indonesia sudah menangani terorisme sejak tahun 2000 dan selalu penuh perhatian.
"Meskpun aparat keamanan sudah menangkap dan memproses secara hukum banyak pelaku teror, tapi realitasnya aksi terorisme di Indonesia masih terus tumbuh," ucapnya.
Mantan Kapolri ini menjelaskan, intelijen sudah beberapa kali berhasil mengendus dan mengungkap rencana peledakan bom yang dilakukan oleh jaringan teroris.
Ia mencontohkan, intelijen berhasil mengendus lokasi persembunyian gembong teroris Dr Azahari yang bersembunyi di Kota Batu, Jawa Timur. Saat itu, kata dia, Azahari memiliki 44 bom yang akan diledakkan di sejumlah daerah.
"Dengan bantuan informasi dari intelijen, polisi berhasil menangkap Azahari, sehingga tidak sampai terjadi ledakan bom di sejumlah daerah," paparnya.
Contoh lainnya, kata Sutanto, berdasarkan informasi dari intelijen, polisi berhasil menangkap pelaku teror di Palembang dan Sukaharjo yang sudah merencanakan peledakan bom. Pencegahan dan penanganan terhadap pelaku teror yang terendus oleh intelijen, menurut dia, perlu kecepatan dan ketepatan dari polisi.
Ditanya, soal aksi bom bunuh diri di halaman GBIS Solo, menurut dia, pelakunya sudah teridentifikasi. "Pelaku bom di Solo masih terkait dengan pelaku bom bunuh diri di Cirebon," ujarnya.
Sutanto mengimbau agar pers tidak tidak mendesak BIN untuk mengungkap proses penyelidikannya, karena memerlukan kerahasiaan tinggi. "Penyelidikan dan pengejaran terhadap pihak-pihak yang dicurigai tidak bisa semuanya diungkap di lapangan, tapi perlu kerahasiaan tinggi," kata Sutanto.
Menurut dia, kalau penyelidikan dan pengejarannya sudah diungkap di lapangan, maka informasinya sudah bocor duluan, sehingga pengejarannya bisa gagal. Sutanto menambahkan, aksi bom bunuh diri adalah teroris lokal, sehingga tidak perlu disikapi secara berlebihan.