REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Intelijen seharusnya bisa lebih meningkatkan kinerjanya untuk mengungkap jaringan-jaringan teroris. Sehingga tidak mengandalkan pada upaya penetapan Undang-Undang Intelijen.
Demikian dikatakan oleh Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), usai mengikuti seminar Internasiona Kehutanan Indonesia, Selasa (27/9).
Menurut Jusuf Kalla, intelijen harus lebih aktif lagi mencari informasi di lapangan. Intelijen perlu mempunyai telinga dan mata dari masyarakat. Tanpa itu, maka gerak intelijen akan semakin sulit. "Berapa sih anggota intelijen kita? Masyarakatnya harus juga bersama-sama kita semua," ujarnya.
Adapun soal payung hukum, menurut JK, merupakan persoalan kedua. Ia mencontohkan penangkapan Doktor Azhari, pelaku Bom Bali tersebut ditangkap dengan Undang-Undang yang sama. "Apa susahnya? Tidak terpengaruh Undang Undang. Walaupun seratus Undang-Undang dibikin, kalau tidak kerja, macam mana kan? Jadi kinerja!" tegasnya.
Sebetulnya, kata dia, intelijen telah banyak keberhasilan. Hanya saja kinerjanya perlu ditingkatkan kembali. Dengan memperbaiki koordinasi intelijen-intelijen di daerah. Di sisi lain, persoalan ini baru bisa diselesaikan kalau masyarakatnya patuh dalam menghadapi kasus seperti sekarang. Masyarakat melaporkan bila ada suatu gerakan-gerakan yang mencurigakan.
JK juga berharap agar kasus bom bunuh diri ini dapat segera terungkap. Kepolisian dapat menyelidiki penyebab kenapa tindakan teror ini masih saja terus terjadi.
Sekedar catatan, pembahasan RUU Intelijen sampai saat ini masih mengalami jalan buntu di DPR. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam keterangan persnya usai kejadian bom bunuh diri di Solo beberapa waktu lalu memberi sinyal untuk mendorong penyelesaian RUU ini. Sejumlah kekhawatiran muncul jika RUU ini muncul, karena dapat mendorong pelanggaran HAM oleh negara.