REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, menyatakan, Komisi I DPR RI menyepakati kenaikan anggaran untuk Badan Intelijen Negara (BIN) sebesar Rp 200 miliar. Tambahan anggaran ini untuk mendongkrak kemampuan dan kinerja BIN. Apalagi, bidang kerja BIN pun bertambah, tidak hanya menyangkut masalah keamanan saja.
"BIN memang ada kenaikan anggaran. Kenaikannya tidak terlalu besar sih, dari Rp 1,2 triliun jadi Rp 1,4 triliun. Ya sekitar Rp 200 miliar," kata Mahfudz di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (27/9).
Kenaikan anggaran itu, sendiri menurut Mahfudz disetujui Komisi I DPR RI karena ada keinginan mendorong BIN untuk tidak hanya fokus pada persoalan keamanan. Tapi juga pada persoalan ekonomi, pangan, lingkungan hidup, dan energi.
"Ya termasuk masalah cyber crime. Jadi penambahan anggaran juga terkait dengan perluasan bidang dan wilayah kerja dan untuk biaya operasional," jelas dia.
Adapun terkait penyelesaian Rancangan Undang Undang Intelijen yang kini tengah dibahas di DPR, Mahfudz menegaskan, aksi bom bunuh diri di Solo tak akan berpengaruh pada penyelesaian RUU itu. "Penyelesaian RUU Intelijen tetap sesuai jadwal, tidak terkait dalam konteks kasus teroris di Solo. Apakah nanti RUU ini disahkan, apakah ada perubahan yang dramatis, ya tidak," ujar dia.
DPR dan Pemerintah jelasnya memang membutuhkan waktu untuk menyelesaikan RUU Intelijen. Mengingat RUU itu, selain mengundang kontroversi, juga memiliki resistensi yang tinggi dari masyarakat.
Hingga kini, Mahfudz menegaskan, Pemerintah dan DPR sepakat, BIN memiliki kewenangan otoritatif dan imperatif untuk melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga keamanan lain yang juga memiliki fungsi intelijen. Menurut dia, dibutuhkan koordinasi yang cepat antara BIN dan lembaga lainnya.
"Kalau fungsi koordinasi lebih cepat, saya yakin fungsi intelijen untuk early warning yang dilakukan BIN, direspon cepat lembaga terkait," tegas dia.