REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen diakui masih terdapat banyak pasal karet. Terutama dalam kaitannya dengan usulan penambahan kewenangan bagi Badan Inteligen Negara (BIN).
Anggota Komisi I DPR-RI, Tjahjo Kumolo, mengatakan banyak kasus operasi intelijen ataupun operasi kontra intelijen dari masa lalu dan masa reformasi yang melanggar HAM. Celakanya, dari situ korban justru banyak berasal dari lawan-lawan politik, bukan musuh negara.
"Di sini, pasal karet operasi intelijen terhadap ancaman keamanan nasional akan menjadi pembenaran bagi tindakan aparat intelijen yang bisa terindikasi melanggar hukum dan HAM," kata Ketua Fraksi PDIP ini, Rabu (28/9).
Diakuinya, untuk merumuskan pasal-pasal terkait hal itu cukup kompleks. Sebab di satu sisi bisa memperkuat aparat intelijen secara terpadu, tetapi di sisi lain justru beresiko tinggi terhadap pelanggaran hukum dan HAM terhadap lawan politik, termasuk oposan pemerintah.
PDIP, lanjutnya, tidak setuju akan adanya wewenang BIN untuk menyadap, menangkap dan menahan orang. "Hukum di Indonesia menyatakan masalah tersebut adalah wewenang penyidik yudisial, tidak bisa diberikan kepada lembaga atau badan yang bukan penegak hukum," katanya.
Sebab jika tindakan-tindakan itu dilakukan oleh BIN, bisa berpotensi melanggar HAM sehingga hanya bisa dilakukan aparat penegak hukum atau penyidik yudisial. "Itu pun dengan izin pengadilan. Kalau dilakukan oleh badan non-yudisial, akan menjadi tindak kriminal," tandas Tjahyo.