REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepolisian Negara RI masih mendalami langkah investigasi internal atas dugaan kelalaian dalam menanggapi informasi dari Badan Intelijen Negara (BIN) terkait dengan insiden bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo, Jawa Tengah.
"Untuk langkah internal soal dugaan kelalaian menanggapi informasi BIN itu masih didalami," kata Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam usai salat Jumat di Masjid Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (30/9).
Mengenai dugaan kelalaian ini, Bachrul Alam tidak memberi komentar. "Mengenai hal ini belum bisa disampaikan, cuma, manusia kan penuh keterbatasan," tambah dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutanto, mengusulkan agar informasi intelijen bisa menjadi alat bukti bagi kepolisian dalam melakukan pemberantasan terorisme.
"Kendala kepolisian dalam pemberantasan terorisme saat ini adalah kurangnya alat bukti untuk melakukan penindakan seperti diatur dalam aturan perundangan," kata Sutanto usai rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (26/9).
Polri yang mendapat informasi dari BIN, kata bekas kepala kepolisian Indonesia itu, tetap mengalami kendala karena informasi intelijen belum cukup untuk melakukan penangkapan terhadap pelaku teror tanpa didukung alat bukti.
"Kalau informasi intelijen bisa jadi alat bukti, tentu akan sangat efektif dalam penanganan masalah teror," kata mantan Kepala Polri itu.
Insiden bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah (25/9) dilakukan oleh Pino Damayanto alias Ahmad Urip alias Ahmad Yosefa Hayat dan melukai 15 orang.