Kamis 06 Oct 2011 12:03 WIB

PKS: Kita tak Ingin Melihat TNI Kembali Berpolitik

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengaktifan Komando Teritorial (Koter), sebagaimana yang diinstruksikan Presiden, saat Hari Ulang Tahun TNI, tidak boleh dimaknai sebagai kembalinya masa penanggungjawab pertahanan negara ini berperan dalam politik seperti era orde baru. Sebabnya, hal itu dianggap bertabrakan dengan semangat reformasi yang mengkhususkan TNI untuk masalah pertahanan. Sementara fungsi keamanan hanyalah urusan penegakkan hukum atau lembaga pro justicia.

"Kita tidak ingin melihat TNI kembali berpolitik," ujar Ketua Komisi I dari PKS, Mahfudz Sidik, di kantornya, Kamis (6/10). Keterlibatan TNI dalam berpolitik praktis adalah masa lalu, ketika dwifungsi Abri diberlakukan. Masa itu dianggap telah berlalu dan menjadi hantu yang menakutkan.

Saat ini, Mahfudz menilai TNI memiliki fungsi operasi militer dan non militer. operasi pertama, untuk saat ini, sulit untuk dilaksanakan, karena Indonesia belum mengalami ancaman-ancaman pertahanan. Sementara personel TNI yang jumlahnya mencapai 500 ribu tak berfungsi dengan maksimal. Mereka memiliki skill yang luar biasa. Namun skill tersebut tak tersalurkan. "Instruksi Presiden akan sangat bagus jika bisa dijalankan," papar Mahfudz. Syaratnya, harus ada koordinasi yang jelas antara TNI dengan aparat penegak hukum.

Menurutnya, selama ini Koter sudah berjalan untuk membantu penanggulangan bencana dan ikut berperan menyalurkan bantuan kemanusiaan. Mereka juga ikut membangun sarana dan prasarana sosial yang dibutuhkan masyarakat. Bencana alam tsunami di Yogyakarta dna Aceh beberapa tahun silam menjadi bukti Koter TNI ikut turun tangan membantu korban bencana alam. Mereka mencari korban yang tewas dan mengembalikan jenazahnya kepada keluarga.

Terkait dalam masalah penanganan terorisme, Mahfudz menilai, tak ada salahnya jika TNI ikut diterjunkan. Koter, tambahnya, memiliki jaringan yang mengakar di daerah-daerah, karena memang TNI memantau betul gejolak sosial yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, kalau Koter diaktifkan akan mampu turut serta menghabisi teroris-teroris yang meresahkan masyarakat.

Mahfudz menyatakan pengaktifan Koter yang paling utama adalah untuk mengendus ancaman-ancaman keamanan yang mempengaruhi pertahanan dan kedaulatan Indonesia. Terorisme dan separatisme, menurutnya, tak hanya dimaknai sebagai ancaman keamanan. "Kalau disana ada indikasi mengancam pertahanan, maka tak ada salahnya TNI turun. Disinilah Koter dapat berperan," imbuhnya.

Intelijen di setiap komando teritorial dapat turun langsung memantau perkembangan situasi di lapangan. Ketika ada indikasi aksi teror, kemudian ada bukti awal yang cukup. Maka hal itu bisa ditindaklanjuti dengan koordinasi dan kerjasama. Polri bisa turun tangan langsung meskipun mendapatkan informasi dari pihak Koter TNI. " Ini tak jadi masalah, karena kedua lembaga itu saling mendukung," ujarnya.

Mahfudz menyatakan langkah awal yang sangat efektif untuk mengaktifkan Koter adalah meremajakan Alutsista TNI yang sudah kuna. Komisi I akan mendukung pembaharuan Alutsista yang bisa dimanfaatkan untuk Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dia mencontohkan helikopter jenis cinok dan M17, dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelamatkan korban bencana alam atau kecelakaan alat transportasi udara. Korban yang terjebak di tengah hutan atau di laut, dapat diselamatkan dengan menggunakan helikopter jenis itu. Untuk mengangkut tentara ketika OMP pun tak masalah. "Jadi serba guna. Banyak manfaatnya," papar Mahfudz.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement