Kamis 06 Oct 2011 13:05 WIB

Dokumen Rahasia Terbongkar, NYPD Mata-matai Pemimpin Muslim New York

Sheikh Reda Shata.
Foto: AP
Sheikh Reda Shata.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Kepolisian New York (NYPD) diam-diam melakukan penyelidikan, dengan menugaskan penyamar, terhadap Sheikh Reda Shata, salah satu pemimpin muslim di kota tersebut. Padahal, Shata dikenal menentang terorisme. Bahkan, Shata beberapa kali makan malam dengan Walikota New York, Michael Bloomberg. Shata juga menjadi subyek bagi tulisan di New York Times, yang memenangi penghargaan Pulitzer 2007 tentang Muslim di Amerika.

Meski tak memiliki rekam jejak kriminal, Shata diselidiki lantaran dinilai 'berpotensi ancaman' sekaligus disebut NYPD 'mempunyai link ke organisasi terasosiasi terorisme'. Begitulah informasi berdasar dokumen rahasia kepolisian yang diperoleh kantor berita The Associated Press.

Begitulah mungkin hidup di Amerika bagi Shata; menjadi mitra pemerintah dalam memberantas terorism sekaligus menjadi terduga terkait terorisme.

Shata selama ini memang dikenal ikut aktif memberantas terorisme. Saat di Islamic Center Bay Ridge, 2002, ia mengundang pimpinan Federal Bureau of Investigation (FBI) ke masjid dan berbicara dengan jamaah. Pernah pula mengundang makan pagi pejabat NYPD. "Saya pernah juga diundang Komisaris Polisi Raymond Kelly," kenang Shata.

"Ini jelas menyedihkan," ujar Shata setelah melihat namanya ada di data NYPD. "Bagaimana perasaan Anda kalau anda melihat orang yang anda percaya bisa seperti ini," tuturnya.

Menjadi mitra sekaligus terduga dalam artian negatif boleh jadi hal biasa di kalangan muslim New York. Sejumlah masjid yang pernah didatangi pejabat dan pemimpin kota untuk bekerja sama dengan komunitas muslim, juga masuk dalam daftar pengawasan. Bahkan, dalam beberapa kasus, disusupi pula dengan penyamaran atau informan.

April lalu, lebih dari 100 kawasan, para Imam secara terbuka berunjuk rasa menentang perang, mengutuk terorisme, dan memerangi Islamophobia. "Tapi di New York, istilah kemitraan tidak selalu berarti kesejajaran," ungkap Ramzi Kaseem, profesor di New York School of Law. "Memang kelihatannya pejabat dan pimpinan kota berbaik hati menjamu buka puasa saat Ramadhan sebagai bentuk kedekatan dengan warga, muslim khususnya. Tapi memata-matai hampir semua aspek kehidupan komunitas tentunya juga bukan sinyal bagi kedekatan yang konstruktif," tutur Ramzi.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement