REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM-- Dinas Penjara Israel (IPS) mempertimbangkan pilihan untuk memaksa makan 234 tahanan Palestina yang mogok makan selama lebih dari sepekan, kata pejabat otoritas penjara Israel, Ahad.
"Kondisi para tahanan kini cukup baik, sekalipun beberapa dari mereka belum makan sejak dua pekan lalu," kata juru bicara otoritas penjara Sivan Weizman. Ia menambahkan bahwa otoritas penjara tengah mempertimbangkan pilihan untuk memaksa mereka makan.
"Kami akan menguji kemungkinan untuk memberi makan mereka secara paksa jika waktunya tiba, namun saat ini kami akan membiarkan mereka melakukan protes. Jika kami ingin mengambil tindakan itu, maka hukum berpihak kepada kami," katanya.
Aksi mogok makan yang dimulai pada akhir September lalu itu, awalnya hanya dilakukan oleh 60 narapidana untuk memprotes keputusan pembatasan hak tahanan guna menekan pergerakan kelompok HAMAS agar melepaskan tentara Israel yang ditawan, namun kemudian aksi tersebut diikuti oleh sejumlah tahanan lain Palestina.
"Para demonstran menyatakan bahwa mereka memprotes keputusan tentang pemisahan beberapa narapidana dari tahanan lain," tulis sebuah pernyataan yang disiarkan dinas penjara Israel, Ahad.
"Beberapa tahanan juga mengklaim bahwa IPS telah melanggar berbagai aspek terkait kondisi hidup mereka di penjara," tulis pernyataan itu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberlakukan keputusan tersebut pada Juni, seiring lambatnya proses negosiasi pembebasan Kopral Gilad Shalid, yang diculik oleh anggota milisi HAMAS di sebuah pos perbatasan di dekat jalur Gaza pada Juni 2006.
Netanyahu menjadikan HAMAS, yang tidak mengizinkan Palang Merah Internasional untuk menengok prajurit itu, sebagai alasan di balik pembatasan hak para tahanan itu.
Pembatasan itu meliputi larangan penggunaan telepon genggam, pemotongan tunjangan bagi tahanan yang sedang menempuh studi akademis, serta mencabut hak kunjungan keluarga.