REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG -- Annual Conference Islamic Studies ke XI resmi dibuka oleh Menteri Agama Suryadharma Ali di Pangkal Pinang, Bangka, Senin (10/10).
Konferensi tahunan kali ini hendak menggali khazanah Islam di Indonesia sebagai agama yang ramah, terbuka, inklusif, dan solutif.
Tema konferensi 'Merangkai Mozaik Islam untuk Membangun Karakter Bangsa', menurut Suryadharma, sengaja dimunculkan mengingat muslim Indonesia memiliki watak yang ramah, inklusif dan toleran sebagai potret keberislaman yang unik.
Menurut Menag, masyarakat Islam Indonesia dari Sabang sampai Merauke memiliki varian-varian keberislaman yang berbeda dengan ekspresi keberislaman di belahan dunia lain. "khususnya di negara-negara Timur Tengah," ungkap Suryadharma saat membuka ACIS.
Kentalnya praktik keberagamaan yang berbasis pada nilai-nilai budaya lokal, ujarnya, menjadi nilai khas budaya muslim Indonesia. Contohnya, pelestarian tradisi perayaan hari-hari besar Islam, pola hubungan dengan entitas non-muslim, jenis dan bentuk arsitektur rumah ibadah.
Menurutnya, ekspresi keberislaman masyarakat Islam Indonesia tidak dapat dilepaskan dari warna sosial dan kemajemukan, yakni bahasa, adat istiadat, budaya, warna kulit, etnis, maupun agama. Suryadharma mengungkapkan kondisi tersebut perlu dikelola agar relasi-relasi sosial masyarakat tetap terjaga.
Bahkan, tuturnya, kemajemukan dengan segala keunikannya harus terus dikembangkan. "Karena upaya-upaya “penunggalan” atas kemajemukan merupakan pengingkaran terhadap realitas sosial yang diberikan dari Tuhan,"ujarnya.
Oleh karena itu, ujarnya, masyarakat Islam Indonesia dituntut bisa hidup bersama di atas sebuah prinsip untuk saling meneguhkan. Sehingga, ungkapnya, wacana keislaman dan keindonesiaan harus dibingkai dalam satu tarikan nafas yang harmonis untuk menyediakan ruang gerak bagi keadilan berekspresi, berpartisipasi, dan berartikulasi.