Selasa 11 Oct 2011 20:15 WIB

Swasembada Pangan Kekurangan Benih

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ismail Lazarde
Petani sedang membajak sawahnya.
Foto: Antara
Petani sedang membajak sawahnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penanganan sistem perbenihan di Indonesia masih belum optimal. Tingkat produksi benih saat ini baru mampu memenuhi separuh dari kebutuhan nasional. Padahal, untuk mencapai swasembada pangan, seperti surplus beras sepuluh juta ton, pemerintah membutuhkan 514 ribu ton benih padi, jagung, dan kedelai hingga 2014.

Rinciannya, subsektor tanaman pangan membutuhkan benih padi sebanyak 349 ribu ton, jagung (92 ribu ton), dan kedelai (73 ribu ton). “Benih yang tersedia baru separuh dari masing-masing komoditi,” kata Menteri Pertanian Suswono kepada Republika di Padepokan Silat TMII Jakarta, Selasa (11/10).

Sesuai roadmap Kementerian Pertanian, untuk komoditas jagung, pemerintah menargetkan produksi 22 juta ton pada 2011. Berikutnya 24 juta ton (2012), 26 juta ton (2013), dan 29 juta ton (2014). Untuk kedelai, pemerintah menargetkan produksi 1,56 juta ton pada 2011. Berikutnya 1,9 juta ton (2012), 2,25 juta ton (2013), dan 2,7 juta ton (2014). Khusus beras, pemerintah menargetkan produksi 68 juta ton gabah kering giling (GKG). Berikutnya 71,5 juta (2012), 75 juta ton (2013), dan 78,78 juta ton (2014).

Untuk mendukung produksi komoditas hortikultura dan perkebunan, Suswono mengaku masih banyak menggunakan benih impor. Contohnya impor benih jagung tujuh bulan terakhir hingga Juli 2011. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai transaksinya mencapai 5,23 juta dolar AS. Jumlah benih jagung impor pada periode tersebut sebesar 3.800 ton.

Ketua Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI) Mohammad Jafar Hafsah menuturkan pemerintah semestinya membuat regulasi yang memudahkan pengembangan benih tanaman pangan nasional. Tujuannya untuk melahirkan usaha benih, mulai dari skala petani hingga industri.

“Tak ada gunanya swasembada pangan jika benihnya masih mengimpor,” katanya kepada Republika usai memberi sambutan dalam musyawarah nasional MPPI di Jakarta, Selasa (11/10).

Perbenihan dan perbibitan nasional, kata Suswono memang belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Hal tersebut bisa terealisasi jika industri bergerak maju dan merespon kebutuhan benih dengan baik. Caranya dengan enam langkah tepat, yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga.

Pada 2012, kata Suswono, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan akan mengembangkan penangkar produsen benih. Caranya melalui pemberian bantuan pengembangan sistem produksi benih hingga ke pemasarannya. Komoditas prioritasnya meliputi benih padi, jagung, dan kedelai.

Peneliti perbenihan dari PT Tunas Agro Persada Dwi KM Ghazalie mengatakan permasalahan timbul ketika benih-benih komoditas pertanian menjadi langka di pasaran.

Kelangkaan dapat terjadi karena petani banyak yang membutuhkan benih tersebut. Akibatnya, jumlah benih yang tersedia tak mencukupi. Penyebab lainnya bisa jadi karena benih tersebut gagal dalam proses produksinya. “Kelangkaan benih menyebabkan harga benih membumbung tinggi ditingkat petani,” katanya dalam musyawarah nasional MPPI di TMII Jakarta, Selasa (11/10).

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Benih Indonesia (Asbenindo) Elda D Adiningrat mengatakan rata-rata harga benih padi Rp 6.000 – Rp 7.000 perkilogram. Berikutnya benih jagung hibrida (Rp 35 ribu – Rp 40 ribu perkg), dan benih kedelai (Rp 10 – Rp 15 ribu perkg).

BUMN PT Sang Hyang Seri (SHS) sebagai produsen benih tanaman pangan nasional menargetkan produksi benih padi tahun ini mencapai 105 ribu ton. Benih itu terdiri dari benih padi hibrida dan inhibrida.

Direktur PT SHS Eddy Boediono merinci kebutuhan jumlah benih padi hibrida sekitar empat hingga lima ribu ton. “PT SHS mampu mencukupi 30 persen kebutuhan benih nasional,” katanya kepada Republika di tempat yang sama.

Tak hanya benih padi, PT SHS juga menghasilkan benih kedelai (10 ribu ton) dan jagung (20 ribu ton). Hingga September 2011, perusahaan baru menjual 70 persen. Eddy tetap optimis, hingga akhir tahun, keseluruhan penjualan benih dapat terealisasi.

Faktor cuaca dan anomali iklim, kata Eddy ikut memengaruhi penyaluran benih. Pasalnya, petani lebih berhati-hati ketika ingin melakukan penanaman sehingga penyaluran benih relatif lama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement