REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kericuhan status Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Abdul Hafiz Anshary terkait kasus sengketa pilkada di Halmahera Barat, Maluku Utara, semakin nyaring. Kini Mabes Polri pun berkelit Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tentang status Hafiz ituhanya salah ketik.
"Memang di sini ada ada dikatakan kurang cermat, di dalam perihal yang kemudian tidak segera disesuaikan dengan substansi. Di sini dicantumkan tersangka, padahal substansinya adalah terlapor AHA (Abdul Hafiz Anshary) dengan empat komisioner," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Polisi Ketut Untung Yoga Ana yang ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (12/10).
Menurut Yoga, status Hafiz masih sebagai terlapor dan masih diselidiki apakah laporan Muhammad Syukur Mandar mengandung unsur delik atau tidak. Ia juga mengakui SPDP tersebut dikirim ke Kejaksaan Agung pada 15 Agustus 2011, karena jika polisi akan melakukan penyidikan, wajib menerbitkan SPDP.
SPDP dikeluarkan, jelasnya, karena pada prinsipnya proses ini telah siap untuk memanggil seseorang dan membatasi hak kemerdekaannya. Saat orang itu dipanggil, harus menjalani pemeriksaan. Jadi sebelum melakukan upaya paksa dengan pemanggilan itu, penyidik harus membuat SPDP.
"SPDP juga harus diterima JPU (Jaksa Penuntut Umum). Sehingga jelas lah, di dalam SPDP tidak harus serta merta memastikan seseorang sebagai tersangka," tegasnya.