REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menyatakan tidak masalah kewenangan Komisi Yudisial (KY) meminta bantuan instansi berwenang untuk melakukan penyadapan. "Saya kira sekadar minta bantuan pejabat yg berwenang untuk menyadap tidak masalah, sepanjang ada petunjuk adanya tindak pidana, karena itu bersifat pro yustisia," kata Juru Bicara MA Hatta Ali, di Jakarta, Jumat (14/10).
Hatta juga tidak mempermasalahkan kewenangan lainnya, seperti rekomendasi sanksi yang diberikan KY ke MA sepanjang pada kode etik dan perilaku hakim. "Kalau teknis yudisial adalah kewenangan MA, KY berkaitan kode etik dan perilaku hakim," tegas Ketua Muda Pengawasan MA ini.
Tentang pemanggilan paksa saksi, Hatta juga tidak masalah, karena MA dan KY berprinsip untuk mengawasi agar hakim ini baik. Dia juga mengungkapkan bahwa berbagai kewenangan baru yang tertuang dalam Revisi UU KY yang telah disahkan DPR harus ada peraturan pelaksana yang harus disusun bersama antara MA dan KY.
"Nanti akan aturan pelaksanaan akan dibuat dan perlu duduk bersama antara MA dan KY," kata Hatta Ali. Dalam pemberitaan sebelumnya, Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri juga mengatakan bahwa dengan disahkan RUU KY oleh DPR maka akan dilanjutkan dengan membuat peraturan pedoman pemeriksaan bersama oleh MA dan KY.
"Peraturan pedoman pemeriksaan bersama diatur lebih lanjut oleh KY dan MA," kata Taufiqurrahman. Dia juga menyatakan bahwa selesainya pembahasan RUU KY ini bisa menjadi pegangan KY ke depan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
"Jadi ada yang kepastian dan banyak kemajuan dalam UU ini, misalnya pelaksanaan sanksi yang sekarang ini menjadi kontroversi," katanya. Taufiqurrahman berharap pembuatan bersama peraturan pedoman pemeriksaan ini akan disampaikan ke MA dulu.
"Semoga ketua MA (Harifin Tumpa) bisa menggores sejarah sebelum pensiun. Sebelumnya Pak Harifin telah menggoreskan sejarah tentang pembentukan pedoman bersama untuk kode etik, dan semoga juga bisa menggores sejarah tentang pedoman beracara pemeriksaan bersama," harap Taufiqurrahman.