REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Charta Politika Yunarto Wijaya menilai penambahan wakil menteri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih menunjukkan skenario kompromi politik dibandingkan peningkatan efektifitas kinerja pemerintahan.
"Agak aneh, dalam UU 39/ 2008, wakil menteri itu pejabat karier bukan jabatan politik, mengapa harus diganti pada masa momentum 'reshuffle' politik. Jabatan wamen ini hanya turunan skenario besar kompromi dalam politisasi," kata dia, Jumat.
Ia mengatakan, jabatan wakil menteri, meski hal itu telah diatur dalam UU, namun hingga kini tidak menunjukkan alasan rasional perlunya jabatan tersebut.
Bahkan, menurut dia, Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan sampai saat ini dalam evaluasinya tidak memberikan gambaran terkait kebutuhan wakil menteri.
"Apakah kementerian yang sebelumnya ada wakil menterinya berkinerja lebih baik, atau mencapai lebih tinggi dari harapan, kita tidak tahu itu, dan sampai saat ini bahkan kita tidak tahu apakah wakil menteri bekerja efektif," katanya.
Sedangkan Presiden SBY, menurut dia, sampai saat ini, tidak memberikan alasan yang rasional kepada masyarakat perlunya wakil menteri. "Dan hal ini terus dibiarkan dalam ruang yang tertutup," katanya.
Ia mengatakan, penambahan wakil menteri ini bisa menunjukkan kelemahan Presiden dalam menghadapi para menteri yang kurang cakap. "Ini khas Presiden dalam menghadapi masalah," katanya.