REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi I DPD, Paulus Yohanes Sumino, mengatakan khawatir dengan masalah perbatasan yang belum memiliki manajemen yang baik. Ini dilihat berdasarkan dua pertimbangan, keadulatan dan kesejahteraan.
"Untuk kedaulatan, kita kalau belajar dari lepasnya daerah yang menjadi wilayah Malaysia, karena kita tidak mendasarkan pada sejarah. Malaysia mewarisi peta Perang Dunia. Kita harus rendah hati belajar menggunakan peta yang digunakan Inggris dan Belanda. Jangan kita bikin peta dan kesepakatan sendiri," katanya, di gedung DPD, Jakarta, Jumat (21/10).
Karenanya, lanjut Paulus, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) masih menjadi badan yang acak-acakan. Lembaga ini dinilai tidak memiliki kewenangan yang cukup dan tidak memadai untuk menjaga dan mengelola perbatasan.
Manajemen perbatasan pun harus didasarkan pada kesejahteraan rakyatnya. "Grand design BNPP belum memadai. Kalau anggaran terpecah di berbagai departemen, maka hasilnya tidak akan maksimal. Terjadi pemborosan, terjadi korupsi. Harus ada manajemen tunggal, dalam hal ini BNPP. Jangan terbalik, artinya departemen harus meminta ke BNPP," tambahnya.
Untuk ekonomi, kata Paulus, jangan terlalu dipaksakan untuk bidang pertambangan. BNPP harus membangun industri di daerah perbatasan. Harus ada pengembangan industri yang sesuai dengan potensinya. Contoh, pariwisata, perkayuan, dan kelautan.
Dalam hal ini, BNPP bisa bekerja sama dengan kementerian BUMN untuk menciptakan perusahaan kelautan yang besar. "Sehingga, laut bisa terjaga. Ada ribuan kapal di wilayah kita yang tidak terjaga. Apalagi biaya untuk menjaga kelautan sangat besar. Makanya, kalau ekonomi kelautannya terbentuk, nanti akan terjaga dengan sendirinya," ujar Paulus.