REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lima terdakwa kasus penganiayaan nasabah Citibank Irzen Okta menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (24/10). Mereka didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pasal berlapis.
Lima terdakwa ini dimasukkan dalam tiga berkas perkara berbeda. Tiga terdakwa atas nama Arief Lukman, Henry Waslinton dan Donald Harris Bakara didakwa pasal 333 ayat (1) KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan dakwaan subsidair pasal 351 ayat (3) KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dakwaan lebih subsidair pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terdakwa Humisar Silalahi didakwa dakwaan primair dengan pasal 333 ayat (3) juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dakwaan subsidair pasal 333 (3) juncto pasal 56 ayat (2) KUHP, dakwaan lebih subsidair pasal 333 ayat (1) juncto pasal 55 ayat (1) KUHP, dakwaan lebih-lebih subsidair pasal 333 ayat (1) juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua primair pasal 351 ayat (3) juncto pasal 55 (1) ke-1 KUHP, subsidair pasal 351 ayat (3) juncto pasal 56 ke-2 KUHP atau ketiga primair pasal 335 ayat (1) ke-1 juncto pasal 55 (1) ke-1 KUHP, subsidair pasal 335 ayat (1) ke-1 juncto pasal 56 ke-2 KUHP.
Sedangkan terdakwa Boy Yanto Tambunan didakwa dakwaan primair dengan pasal 333 ayat (3)juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dakwaan subsidair dengan pasal 333 ayat (3) juncto pasal 56 (2) KUHP, dakwaan lebih subsidair pasal 333 (1) juncto pasal 55 (1) ke-1 KUHP, dakwaan lebih-lebih subsidair pasal 333 (1) juncto pasal 56 ke-2 KUHP atau kedua primair pasal 351 (3) juncto pasal 55 (1) ke-1 KUHP subsidair pasal 351 (3) juncto pasal 56 ke-2 KUHP atau ketiga primair pasal 335 (1) ke-1 juncto pasal 55 (1) ke-1 KUHP subsidair pasal 335 (1) ke-1 juncto pasal 56 ke-2 KUHP.
“Sebagai orang yang melakukan yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian yang mengakibatkan mati,” kata koordinator Jaksa Penuntut Umum (JPU), Nirwan Nawawi. Dengan begitu, lima terdakwa tersebut diancam hukuman pidana selama 12 tahun.
Ia memaparkan kejadian tersebut diawali pada 28 Maret 2011 sekitar pukul 18.00 WIB, Humisar Silalahi yang bertugas sebagai petugas lapangan PT Taketama Star Mandiri yang bergerak dalam jasa penagihan mewakili pihak Citibank datang ke rumah Irzen Okta untuk menyelesaikan tunggakan hutang kartu kredit Citibank sebesar Rp 100.515.663.
Humisar juga mengatakan kepada Irzen Okta untuk datang ke Citibank dan membayarkan tunggakan itu sebesar 10 persen dan akan dianggap lunas. Padahal, menurut JPU, hal itu tidak benar. Merasa tertarik dengan pernyataan Humisar, Irzen Okta pun mendatangi kantor Citibank keesokan harinya. Di kantor Citibank, Irzen Okta ditempatkan di Ruang Cleo yang berukuran 1x1,5 meter dan berisi satu meja dan empat kursi.
Di ruang tersebut, Irzen Okta menyampaikan kedatanganntya untuk melunasi tunggakan kartu kredit dengan membayar sebanyak 10 persen dari tunggakan seperti yang dijanjikan Humisar. Arief Lukman menolaknya dengan alasan tidak ada cara pelunasan seperti itu. Tidak adanya penyelesaian, Irzen Okta meminta untuk bertemu dengan Boy Yanto Tambunan selaku atasan Arief. Namun karena alasan sedang rapat, Boy tidak dapat menemui Irzen Okta.
Kemudian Henry Waslington dan Donald Harris Bakara masuk ke Ruang Cleo. Donald bertanya dengan nada tinggi sambil memukul-mukul meja dan menunjuk-nunjuk ke arah Irzen Okta mengenai kapan akan membayarkan tunggakannya. Mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, Donald menendang kursi yang diduduki Irzen Okta dengan menggunakan kaki kanan. Setelah itu Irzen Okta berdiri dan akan keluar dari ruangan, namun Donald kembali membentak dan menyuruh Irzen Okta untuk duduk.
“Perbuatan Donald Harris Bakara tersebut dengan sengaja dibiarkan oleh terdakwa Arief Lukman dan Henry Waslinton, dengan maksud merampas kemerdekaan korban Irzen Okta dengan cara melarangnya keluar dari ruang Cleo,” jelas JPU.
rzen Okta pun mengeluh sakit kepala dan meminta beristirahat. Donald melarangnya dan ‘menepuk-nepuk’ bahu kiri Irzen Okta dan mengatakan “Pak, jangan pura-pura dong.” Irzen Okta menundukkan kepalanya dan langsung terjatuh ke lantai dalam kondisi nafas mendengkur. Donald dan Henry malah meninggalkan korban. Arief mencoba membangunkan Irzen Okta namun tidak ada jawaban dan malah keluar cairan busa dari mulut Irzen Okta. Tidak bernafas, tubuh Irzen Okta dibawa ke RS AL Mintoharjo.
Berdasarkan visum dari RS Cipto mangunkusumo yang ditandatangani Ade Firmansyah Sugiharto, lanjut JPU, jika ditemukan pendarahan di bawah selaput keras otak dan selaput lunak otak, bekuan darah di bilik otak, memar jaringan otak kecil, resapan darah pada batang otak dan pecahnya percabangan pembuluh darah di bagian bawah batang otak.
“Selain kekerasan psikis, terdapat juga tanda-tanda kekerasan fisik dari tubuh korban sebagaimana hasil otopsi ulang yang dilakukan Mun’im Idris. Ditemukannya memar-memar akibat kekerasan tumpul yang pada pemeriksaan,” tegasnya.
Sidang selanjutnya dengan agenda nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa akan digelar pada 31 Oktober 2011 mendatang.