REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Menyusul kematian mantan penguasa Libya, Kolonel Muamar Qadafi, Rusia telah mengajukan rancangan resolusi ke Dewan Keamanan PBB mengenai penghapusan zona larangan terbang di atas negara Afrika Utara.
Secara bersamaan, Rusia juga menginginkan dukungan dari Washington, Paris, London, dan Beijing atas inisitifnya menciptakan mekanisme kontrol terhadap man-portable air-defense systems (MANPADS) yang dibeli pemerintahan Qadafi.
DK PBB telah menutup wilayah terbang Libya untuk semua lalu lintas pada 17 Maret lalu, untuk menghindari kematian warga sipil selama NATO melakukan serangan udara.
Moskow berpendapat bahwa upaya menyingkirkan larang terbang ini akan pula juga melepaskan bebas DK PBB. "Inisiatif Rusia bertujuan untuk menghentikan kampanye yang dipimpin NATO di Libya," kata mantan Duta Besar Rusia untuk Libya dan Tunisia, Alexei Podrserob, seperti dukitip lama Ruvr Rusia.
Dia mengingatkan bahwa keinginan Amerika Serikat untuk menangkap Qadafi, hidup atau mati, telah dilaksanakan. Maka tidak ada lagi alasan bagi NATO untuk melanjutkan operasinya di Libya.
Setelah mengakhiri tugasnya, Sekjen NATO, Anders Fogh Rasmussen, mengatakan pasukan NATO akan tinggal di Libya sepekan lagi dan memberikan perlindungan kepada warga sipil jika dibutuhkan.
Pada Ahad (23/10) yang lalu, NTC menyatakan Libya telah bebas dari 42 tahun kepemimpinan Muamar Qadafi dan menyatakan kesiapannya untuk memenuhi semua perjanjian internasional dengan mitra Barat mereka. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, NTC akan membentuk kabinet baru dalam 30 hari dan melaksanakan pemilu legislatif pertama 8 bulan berikutnya.