REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Arkeolog Eropa, Amerika Serikat dan Timur Tengah menyerukan penghentian pembangunan museum di atas sebuah situs pemakaman Muslim di Yerussalem. Menurut mereka, pembangunan itu akan mengancam keberadaan situs bersejarah itu.
Laman resmi, Pusat Hak Asasi Konstitusional (CCR) bahkan merilis petisi yang ditandatangi 84 akademisi,termasuk tandatangan akademisi Israel dan Palstina. Isi petisi itu menuntut penghentian pembangunan Museum Toleransi yang dibangun Israel.
"Pembangunan itu tidak menghormati nilai sejarah dan terhitung tindakan yang tidak sopan," demikian bunyi petisi itu seperti dikutip middleastonline.com, Selasa (25/10).
Oleh CCR, petisi itu diserahkan kepada Walikota Yerusallem, Nir Barkat dan Anggota Simon Wiesenthal Center, kelompok hak asasi manusia Yahudi.
Juru Bicara walikota Yerusalem, Stephan Miller Barkat menilai pembangunan musemun telah melewati prosedur yang ditetapkan. Putusan pembangunan itu juga disahkan secara langsung oleh Mahkamah Agung Israel. "Pembangunan ini sah dimata hukum," katanya.
Sebelumnya, proyek ini memicu protes keras Palestina. Ironisnya Israel memberi nama museum ini Museum Toleransi Yerusalem.
Mamilla, demikian sebutan makam tersebut, dibangun pada abad ke-12. Dalam kompleks makam itu, terdapat sejumlah tokoh sufi ternama di masanya. "Kasus Mamilla adalah parodi etika arkeologi," kata arkeolog Universitas Tel Aviv, Raphael Greenberg, dalam pernyataan yang dimuat di situs CCR.
"Pemakaman Mamila harus dipertahankan sebagai cara menghormati warisan kota Yerussalem," pungkas dia.