REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Para purbakalawan alias arkeolog se-Indonesia bakal berkongres dan mengadakan pertemuan ilmiah, awal November mendatang. Mereka ingin agar benda purbakala, artefak, dan situs tak sekadar jadi 'benda mati' tapi juga mampu menggerakkan ekonomi kreatif.
Demikian garis besar tema Kongres Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) sekaligus Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) XII pada 1-3 November 2011 yang berlangsung di Surabaya. Tema PIA kali ini adalah Arkeologi untuk Publik.
"Arkeologi harus mampu menampung berbagai kepentingan masyarakat. Kalau dulu hanya berorientasi pada kajian ilmiah, saat ini arkeologi harus mengembangkan orientasi untuk pemanfaatan publik," demikian rilis IAAI yang diterima Republika, Rabu.
Menurut para arkeolog, masyarakat Indonesia berhak mendapatkan manfaat dari hasil penelitian arkeologis yang telah dilakukan. Dengan begitu, di samping penelitian arkeologi dasar, penelitian arkeologi pun harus mulai mengubah paradigmanya.
"Arkeologi harus menuju kajian yang bersifat terapan, sehingga dapat mendorong terciptanya ekonomi kreatif yang berbasis peninggalan arkeologi. Ini bermanfaat langsung bagi kehidupan masyarakat luas," demikian rilis.
PIA XII diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi tentang konsep dan rencana aksi pemanfaatan arkeologi bagi masyarakat.
Pembicara kunci dalam PIA terdiri atas sejumlah arkeolog dan non-arkeolog. Dari kalangan arkeologi adalah Prof Dr Edi Sedyawati, Prof Dr Harry Truman Simanjuntak, dan Junus Satrio Atmodjo, M Hum. Sementara dari luar arkeologi adalah Dr Wiendu Nuryanti, Drs I Gde Ardika, Suko Widodo, dan Hashim Djojohadikusumo.
Selain kongres dan pertemuan ilmiah, para arkeolog juga gelar pameran “Arkeologi untuk Publik” di Tunjungan Plaza 1. Pameran berlangsung pada 1-3 November 2011, sesuai jam buka mal.
Berbagai koleksi arkeologi yang ditampilkan antara lain kerangka manusia purba, arca buddha, arca nandi, celengan, koin, keramik, dan tembikar yang berasal dari wilayah dan perairan Jawa Timur.