REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Presiden Suriah, Bashar Al-Assad, hampir dipastikan akan runtuh di bawah tekanan protes dan sanksi yang dijatuhkan terhadapnya.
"Walau kejatuhannya membutuhkan waktu akibat kerumitan situasi politik dalam negeri dan regional," ujar Menteri Luar Negeri Perancis, Alain Juppe, Rabu (26/10).
Dengan tindakan keras yang ditunjukkan otoritas Suriah terhadap aksi protes kelompok prodemokrasi yang kini memasuki bulan ketujuh, kekuatan Barat—termasuk Prancis—bergantung pada sanksi dan tekanan diplomatik untuk melemahkan kekuasaan Assad.
Uni Eropa memperluas sanksi terhadap Assad dan Suriah setelah Cina dan Rusia menghambat upaya resolusi negara-negara Barat untuk membawa peristiwa kekerasan terhadap demonstran di Suriah ke Dewan Keamanan PBB.
"Memang benar, saat di PBB, upaya resolusi kami diblokir. Dan itu adalah noda di Dewan Keamanan, yang mengatakan hampir tidak ada represi barbar yang terjadi di Suriah," kata Juppe.
"Tapi ini akan berakhir dengan jatuhnya rezim Assad, yang hampir tidak dapat dihindari. Tapi sayangnya akan memakan waktu karena situasi yang kompleks, seperti resiko perang saudara antara faksi-faksi di Suriah. Terlebih negara-negara Arab sekitarnya tidak ingin kita untuk campur tangan," tambahnya.