Kamis 27 Oct 2011 16:36 WIB

Presiden Minta Masalah Papua Dipandang dengan Jernih

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan hasil perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Bersatu II di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (18/10) malam.
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan hasil perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Bersatu II di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (18/10) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua pihak memandang masalah yang terjadi di Papua dan Papua Barat akhir-akhir ini secara jernih dan utuh sehingga tidak salah persepsi terhadap langkah penegakan hukum yang dilakukan pemerintah.

Saat membuka sidang kabinet paripurna di Ruang Rapat Utama Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis siang, Kepala Negara mengatakan sejak tujuh tahun lalu, pemerintah sudah mengubah kebijakan pendekatan keamanan di Papua menjadi pendekatan pembangunan yang mendorong pemerataan kesejahteraan.

Sehingga, katanya, penegakan hukum yang dilakukan aparat keamanan dalam sejumlah peristiwa terakhir hendaknya tidak dilihat sebagai upaya mengabaikan hak asasi manusia.

"Berkaitan dengan itu semua realitasnya masih ada gerakan politik dan gangguan keamanan, termasuk gangguan kedaulatan. Oleh karena itu kita harus jernih, termasuk dunia juga harus jernih lihat masalah ini. Kebijakan kita tepat, kebijakan kita tidak lagi melakukan operasi militer secara masif, satuan TNI di sana menjaga keamanan dan unit kepolisian menegakkan hukum," kata Presiden.

Pernyataan Presiden itu disampaikan menyusul adanya infomasi pemberitaan di jaringan televisi internasional tentang permintaan Amnesti Internasional kepada pemerintah Indonesia untuk membebaskan semua tahanan yang terkait dengan peristiwa gangguan keamanan belum lama ini.

"Bila kesalahan dan pelanggaran dilakukan pihak lain, maka perlu penegakan hukum, jelaskan duduk persoalannya ini. Pesan saya pada Panglima TNI dan Kapolri cegah tindakan petugas di lapangan yang melebihi batas kepatutannya," kata Presiden.

Kepala Negara mengatakan bila ada oknum TNI atau oknum polisi yang melakukan tindakan melebihi batas kepatutan dan juga pelanggaran hukum maka harus diberikan sanksi hukum yang sesuai. Namun sebaliknya bila ada kelompok lain yang melanggar hukum termasuk upaya mengganggu kedaulatan tentu juga harus menghadapi proses hukum.

"Dalam menjalankan tugas itu jika TNI dan Polri melakukan kesalahan maka mereka juga tidak kebal, mereka dapat sanksi. Sebaliknya jika pihak yang memiliki pikiran lain baik politik dan keamanan, mereka melanggar hukum, juga hukum ditegakkan. Juga bila mereka lakukan kekerasan, hukum juga harus ditegakkan keamanan harus dijaga, ini jelas dan terang. Dalam berbagai kesempatan bertemu pimpinan dunia ini yang saya jelaskan," kata Presiden.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement