Kamis 27 Oct 2011 22:01 WIB

Sebagian Kearifan Budaya Lokal Belum Tercatat di Kemenbudpar

Rep: Agung Sasongko/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagian besar dari kearifan budaya lokal belum tercatat dalam Kementerian Budaya dan Pariwisata. Padahal pencatatan ini sangat penting guna mendapatkan perlindungan dari Pemerintah Indonesia.

"Jadi, segala hal milik komunal, masakan misalnya, seharusnya tercatat dalam pengakuan Kementerian Budaya dan Pariwisata. Pencatatan merupakan dasar yang kuat saat terjadinya klaim oleh pihak asing," papar Kasudit Kearifan Lokal dan Folklor, Direktorat Jenderal Seni Rupa dan Tradisi, Kemenbudpar, Sjamsul Hadi, Kamis (26/10).

Hadi mengatakan proses pencatatan ini cukup mudah. Pihak kementerian akan memberikan formulir yang berisikan pedoman pencatat. Dari formulir itu, masyarakat mencatat karya, siapa yang mengembangkan, dalam hal ini kepala adatnya, kronologisnya seperti apa dan dokumentasinya.

"Kalau masakan misalnya, ya ramuannya. Kalaupun ada masakan yang sama, makanan berbeda akan diketahui letak geografisnya. Jadi, tidak akan masalah," kata dia.

Yang terpenting lagi, proses pencatatan tidak membutuhkan waktu lama, hanya dua hari. Selain itu, tidak dipungut biaya. "Jadi prosesnya mudah," imbuh Hadi.

Setelah tercatat, Kemenbudpar bersama Kemenkumham dan Kemenlu akan mengontrol dari data tersebut bila terjadi klaim pihak luar. Karena itu, pencatatan ini memiliki dasar hukum yang kuat sebagai rujukan.

Meski demikian, kata Hadi, masyarakat masih salah paham soal itu. Kekayaan komunal itu harus dipatenkan. Padahal banyak paten yang gugur akibat hal ini. "Ini yang jadi masalah," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement